Perseturuan
Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Anas
Urbaningrum yang juga mantan Ketua Demokrat semakin meruncing.Keduanya, mempertontonkan
manuvernya dan kekuatannya. SBY dengan power presidennya ditambah partai
penguasa, sedangkan Anas Urbaningrum dengan PPInya.Keduanya, tidak kalah telak dan
saling melancarkan 'serangan' lewat media. Kemudian diikuti pendukung
masing-masing. Jadi pertanyaan publik kapan permasalahan ini berakhir?
Namun
saya mau menyoroti manuver yang dilakukan Anas. Meskipun santun namun cukup
mampu membuat istana bergetar.
Jauh
sebelum kasus Anas Urbaningrum bergulir, kita sudah mengetahui jika Anas bukan politikus
sembarang. Dalam pandangan saya, Anas brilian
dalam melakukan kalkulasi politik. Bakatnya mendekati seniornya di HMI, Akbar
Tandjung.
Pasca
dijadikannya tersangka kasus dugaan korupsi, nama Anas di mata publik mencuat.
Entah cacian ataupun pujian. Namun di
sisi lain sebagai mantan Ketua Demokrat Anas memiliki banyak loyalis yang juga
berasal dari organisasi yang sama. Belum lagi selama ini Anas merupakan ketua
terkenal pada akar rumput. Setelah dilengserkan lalu Anas mendirikan organisasi
Kemasyarakatan (Ormas) yakni PPI.
Babak
baru dimulai. Anas Urbaningrum, yang memposisikan sebagai korban dari
konstalasi politik di partai Demokrat, mulai melakukan soft war. Setidaknya ini
diawali dari sentilan halus terhadap mantan ketuanya, Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY). Belum hilang di kepala kita saat mantan Ketua PB HMI ini menyinggung
tentang bunda putri. Meskipun hanya guyoman, namun telah mengusik hati SBY. Ia
memanfaatkan komunikasi politik untuk menciptakan serangan yang cukup membuat
sang gajah panik.
Lalu
bagaimana peluang Anas dalam pertarungan di atas ring politis ini? Walau kecil,
saya melihat peluang Anas memenangkan perang terbuka ini masih ada. Di sisi
lain waktu yang dimiliki SBY semakin sempit, mengingat kekuasaannya semakin
mendekati akhir. Setidaknya, selepas jabatan kepresidenan, kader-kader Demokrat
tidak akan terlihat seloyalis seperti sekarang ini. Menurut perspektif pribadi,
Anas bisa cukup merepotkan SBY.
Dalam
kacamata saya Anas sudah berhasil membuat SBY panik dan
galau. Sejauh ini SBY bertindak sangat reaktif dengan apa yang Anas lakukan.
Hanya saja, opsi ini hanya bisa berjalan selama Anas tidak dijadikan tersangka
oleh KPK. Sekarang ini boleh dikatan bahwa Anas memainkan bola lewat organisasi
PPI. Meski berstatus tersangka, Anas seringkali muncul di publik, lalu menyinggung
SBY.
Meski
saat ini Anas semakin terjepit, saya yakin dirinya selalu menghantui SBY.
Sebab, bukan tidak mungkin bahwa Anas dan gerbongnya akan melakukan perlawanan
dengan cara sopan dan santun. Saya yakin keberanian Anas melawan mantan
pimpinannya bukan tanpa alasan. Bisa saja Anas memiliki 'kartu AS' SBY. Indikator
ini bisa terlihat setiap ada pernyataan SBY, justru Anaslah yang menyinggung.
Anas memanfaatkan
kemampuannya menyindir dan membuat SBY gerah. Ia bahkan mampu memicu kemarahan SBY yang
membuatnya kehilangan konsentrasi terhadap tugas utamanya. Jika amunisi ini
cukup berhasil dapat berdampak tidak langsung terhadap kinerja pemerintahan,
yang juga berarti memperburuk citra SBY. Jika hal demikian terjadi, maka citra
Demokrat juga akan turun dan berimbas pada hasil Pemilu 2014 mendatang.
Hal
lain perlu dicermati yakni strategi Anas mengcounter
apa yang ditunduhkan SBY. Segala permasalahan terkait kasus yang menimpa Anas
ditanggapi gerbongnya di PPI. Ini menandakan bahwa Anas memperlihatkan
kemampuannya dalam mengorganisir loyalisnya, yang tidak akan menyerah
membelanya, meskipun dalam posisi tersangka. Mereka akan terus melakukan
perlawanan, walaupun nantinya Anas masuk dalam penjara. Namun dampaknya tidak semata-mata
untuk memenangkan peperangan terhadap Ketua Umum, namun juga mengoyang Partai
Demokrat kaena berpotensi terhadap tergrogotinya suara Demokrat 2014 mendatang,
dibawa lari oleh para loyalist Anas.
Di
sisi lain sang Ketua Umum berusaha semaksimal mungkin menghilangkan antek-antek
Anas. Intinya, antara SBY dengan Anas akan saling berperan sesuai dengan
kapasitasnya. Namun, satu hal perlu dipertanyakan, sampai kapan perseturuan
mereka berakhir. Namun saya salut dengan seorang Anas, yang sebagaimana pengakuanya
bukan siapa-siapa, yang efektif melakukan soft
war dan membuat orang nomor satu di Republik ini bereaksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar