Setiap Calon Wakil Rakyat = Koruptor?



 http://arijuliano.files.wordpress.com/2008/07/kampanye.jpg
Calon Legislatif (Caleg) yang ingin berkompetisi wajib menyiapkan capital politic.  Yang saya maksud capital politic adalah biaya politik secara material yang dipersiapkan caleg yang ingin berkompetisi. Tanpa adanya capital politik yang memadai sepertinya mustahil seorang caleg meraih kemenangan, setidaknya itulah aturan tidak tertulis yang seolah berlaku dalam ranah politik tanah air.
Setiap caleg yang akan bersaing minimal membutuhkan dana Rp500 juta hingga Rp1 miliar. Di Sulsel, sendiri Caleg tingkat kabupaten tidak cukup jika hanya menyiapkan dana Rp500 juta, akan tetapi mencapai Rp1 miliar. Ironisnya, itu tidak menjamin bakal terpilih. Di tingkat provinsi, caleg harus menyiapkan dana kurang lebih Rp1,5 miliar. Sedangkan, DPR-RI membutuhkan minimal Rp2 miliar.
Biaya politik yang cukup mahal dalam pemilu legislatif merupakan akar dari meningkatnya korupsi. Korupsi telah menjadi penyakit sosial yang sangat membahayakan kelangsungan kehidupan bangsa dari upaya mewujudkan keadilan sosial, kemakmuran dan kemandirian.
Mahalnya biaya politik dikarenakan tidak ada batasan besarnya dana kampanye yang dikeluarkan oleh calon legislatif dan partai politik. Saya kira apabila dana kampanye tidak dibatasi jelas maka akan mendorong sistem politik yang bebas, partai politik yang memiliki akses terhadap kekuasaan, memiliki kebebasan menggunakan sumber daya yang tidak terbatas untuk meraih dukungan politik dari rakyat.
Selain itu, partai politik,diakibatkan tingginya biaya plolitik untuk meraih suara, juga berusaha menghimpun dana dengan cara mencari calon legislatif dari kelangan penguasan atau pemilik dana yang besar. Partai terpaksa harus menutup mata terhadap asal usul dana tersebut, entah dari sumber dana haram atau pendanaan dari pihak asing. Termasuk menilap uang rakyat yang berasal dari APBN atau APBD, karena partai juga membutuhkan dana yang besar untuk setiap kali menghadapi pemilu.
 Akibatnya, relasi politik sedemikian menjadi pencentus praktek-praktek korupsi, yang kemudian menjadi sulit dihindari dan dihilangkan. Meningkatnya pembiayaan sudah menjadi tradisi dari tahun ke tahun dan telah mendarah daging. Saat biaya politik membengkak maka strategi cadangan para calon legislatif atau partai politik adalah mengumbar janji-janji palsu pada masyarakat yang sulit ia penuhi.
Menurut pemikiran saya pemerintah harus mengawasi dengan baik kegiatan yang dilakukan oleh calon pemilu legislatif atau partai politi. Sehingga tidak terjadi kecurangan dalam kampanye dan memberikan arahan yang benar agar tidak menyimpang pada aturan-aturan yang sudah diterapkan oleh pemerintah.  
Dana yang dikeluarkan oleh calon legislatif dalam kampanye seharusnya dikelola dengan baik atau perlu diatur dalam aturan perundang-undangan khusus  untuk mencegah terjadinya politik uang yang  tidak sehat terhadap dunia perpolitikan di Indonesia. Mahalnya biaya politik berpotensi menyebabkan pertarungan sengit yang tidak sehat dalam pemilu 2014 dimana pertarungan politik pencitraan diperkirakan masih kental. Namun, saya kira   masyarakat diharapkan lebih cerdas dalam memilih caleg yang berkualitas.
Mudah-mudahan ke depan penyelenggaran pemilu bisa  memperketat pengawasan penggunaan dana agar uang negara bisa terlindungi. Saya berpendapat negara ini akan makmur jika para petinggi negara, termasuk pelaku politiknya tidak melakukan korupsi. Saya kira yang dibutuhkan negera ini bukanlah popularitas melainkan kinerja yang optimal yang dapat membangun politik menjadi lebih baik. (**)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar