Daya Daing UMKM Sulsel Menghadapi MEA 2015



 
Baru-baru ini seperti diketahui kelembagaan di institusi pemerintahan menempati posisi sangat penting dalam memperbaiki daya saing Indonesia.  Patut disyukuri jika World Economic Forum (WEF) dalam laporan tahun 2013-2014 menempatkan daya saing Indonesia pada urutan ke-38.  Itu berarti ada kenaikan yang cukup signifikan dari urutan ke-50 tahun sebelumnya. Meskipun masih jauh di bawah Singapura dengan urutan ke-2, Malaysia ke-24, dan Brunei Darussalam ke-26, dan hampir sama dengan Thailand pada urutan ke-37. Setidaknya peringkat Indonesia masih mengungguli beberapa negara ASEAN lainnya. Ambil contoh Filipina pada urutan ke-59, Vietnam ke-70, dan Laos, Kamboja, dan Myanmar masing-masing pada urutan ke-80, ke-88 dan ke-139.
Dibanding China dan India, dua raksasa Asia yang sedang tumbuh, Indonesia berada di antaranya. China pada urutan ke-29 dan India pada urutan ke-60. Perbaikan daya saing Indonesia memberi harapan besar karena dunia  internasional melihat Indonesia dalam proses menuju ekonomi yang lebih kompetitif untuk investor. Khusus daerah sampai sejauh mana daya saing pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Sulsel hadapi Masyarakat Ekonomi (MEA) 2015 mendatamg.
Perbaikan itu juga membangkitkan optimisme dan prospek yang makin baik. Yang jelas, kenaikan peringkat itu juga menunjukkan pilar-pilar penyangga daya saing Indonesia makin kokoh. WEF menggunakan tiga faktor untuk mengukur daya saing. Pertama, faktor fundamental meliputi empat pilar, yaitu kelembagaan, infrastruktur, lingkungan makroekonomi, serta kesehatan dasar dan pendidikan dasar. Faktor fundamental naik ke posisi ke-45 dari sebelumnya ke-58.
Kedua, faktor pendorong efisiensi meliputi enam pilar, yaitu pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, pengembangan pasar keuangan, kesiapan teknologi dan skala pasar.Faktor ini naik peringkat dari ke-58 tahun 2012 - 2013 ke-52 tahun 2013 - 2014.
Ketiga, faktor inovasi yang meliputi dua pilar yakni sopistikasi bisnis dan inovasi. Faktor ini juga mengalami kenaikan dari posisi ke-40 menjadi ke-33. Kenaikan peringkat daya saing karena ada perbaikan dalam unsur-unsur pilar pada tiga faktor tersebut. Di antara 12 pilar tersebut, yang tergolong bagus untuk Indonesia adalah pilar skala pasar dan lingkungan makroekonomi. Hanya saja, kontribusi paling kuat terhadap kenaikan tersebut justru dari pilar infrastruktur, yang naik dari posisi ke-78 menjadi ke-61.  Namun di balik semua itu ada satu hal perlu dipertanyakan sampai sejauh mana kesiapan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), khususnya berada si daerah termasuk Sulsel. Berdasarkan data yang dihimpun bahwa jumlah pelaku UMKM mencapai  6.000 tersebar di 24 kabupaten kota di Sulsel. Dari jumlah tersebut, apakah mereka mampu menghadapi persaingan, saat diberlakukan pasar bebas 2015 mendatang. Daya saing mereka terhadap produk luar negeri masih kalah bersaing pendatang.
Harapan pelaku UMKM menggenjot Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk memacu pembangunan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur belum membuahkan hasil. Pembangunan infrastruktur harus tetap dipacu untuk meningkatkan efisiensi terkait dengan masalah logistik dan konektivitas yang selama ini dikeluhkan kalangan investor dan pelaku bisnis hingga kini belum sesuai apa yang diharapkan. Padahal, salah satu cara meningkatkan daya saing UMKM yakni percepatan pembangunan infrastruktur yang akan memberi dampak terhadap daya saimg UMKM di Sulsel.  
Olehnya itu saya kira cara efektif untuk mendorong pembangunan sarana dan prasarana fisik adalah memperbesar alokasi anggaran infrastruktur yang selama ini berkisar 2% terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi minimal 5% terhadap PDB. Beberapa catatan perbaikan daya saing dari WEF tidak boleh melenakan pemerintah.  Selain itu pemerintah wajib menciptakan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab harus menjadi niat kuat para unsur birokrat.Pelayanan perijinan bisnis juga masih butuh perhatian. Ambil contoh, dalam hal memulai bisnis, sebagaimana dilaporkan Bank Dunia 2013, dibutuhkan waktu rata-rata 47 hari.
Kalangan pengusaha mengatakan rata-rata mereka membutuhkan waktu lebih lama dari itu. Kebijakan pelayanan izin satu atap, one stop service (OSS), masih banyak dikeluhkan pengusaha karena berbagai izin masih harus dipenuhi. Fakta tersebut memperkuat asumsi bahwa faktor kelembagaan di institusi pemerintahan menempati posisi sangat penting dalam memperbaiki daya saing.  
Kinerja yang sudah baik harus bisa dipertahankan, sebaliknya kinerja yang masih buruk harus dicari penyebabnya dan ditemukan solusi untuk memperbaikinya.Harus didasari bahwa review daya saing dilakukan setiap tahun. Jadi, tahun depan WEF akan melakukan penilaian kembali atas faktor-faktor pembentuk daya saing suatu daerah. Juga harus dipahami bahwa negara-negara lain juga berupaya memperbaiki daya saingnya untuk memikat investor. Perbaikan daya saing akan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Perbaikan daya saing pada akhirnya akan mendongkrak daya tahan perekonomian Indonesia terhadap berbagai gejolak eksternal.
Oleh karena itu, langkah yang bisa ditempuh pemerintah adalah mempercepat pembangunan infrastruktur, membangun industri dasar dan industri barang modal, menggalakkan  program hilirisasi,  serta memperkuat pasar domestik untuk mengurangi ketergantungan terhadap barang impor. Modal utama yamg dimiliki Sulsel yakni pertumbuhan ekonomi yamg terus memperlihatkan perbaikan. Dari 8,0 persen menghampiri 8,50 persen suatu angka yang patut dibanggakan.
Saya  kira  dibutuhkan langkah perbaikan daya saing.Jika langkah-langkah itu diterapkan secara konsisten dan sungguh-sungguh, UMKM yang ada di Sulsel bukan saja  akan  keluar lebih cepat dari tekanan krisis ekonomi global, tapi juga bisa menjadi daeraj maju lebih cepat dari yang diestimasikan lembaga-lembaga  internasional selama ini.   Sebab, Sulsel memiliki fundamental ekonomi yang kokoh, sumber daya alam yang melimpah, dan  pasar domestik yang besar sebagai sumber kekuatan.
Langkah yang bisa ditempuh pemerintah di antaranya mempercepat pembangunan infrastruktur, sehingga tercipta konektivitas ekonomi di seluruh wilayah. Cepat atau lambat infrastruktur akan menjadi kunci utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.Selain  infrastruktur, pemerintah perlu membenahi struktur industri nasional dengan membangun industri dasar dan industri barang modal. Saat ini, Indonesia tidak memiliki industri dasar dan industri barang modal yang kuat, sehingga sumber daya alam (SDA) tidak diolah di dalam negeri.Alhasil, nilai tambahnya rendah terhadap perekonomian nasional. Struktur industri yang timpang itulah yang menyebabkan Sulsel memiliki ketergantungan tinggi terhadap produk impor, khususnya produk antara dan produk jadi.  
Saya kira jika Pemerintah Provinsi (Pemprov)  Sulawesi Selatan (Sulsel) sudah harus berpikir bagaimana menghadapi ancaman MES 2015 mendatang. Pemerintah harus memikirkan daya saing UMKM di Sulsel tidak akan menjadi penonton di dalam daerahnya tersendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar