Rahasia Memilih Caleg DPR/DPRD yang Berkualitas

 http://setkab.go.id/media/article/images/2013/09/25/p/e/pemilu.jpg
Pemilu tinggal beberapa bulan ke depan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan siapa Caleg dari 12 Partai Politik (Parpol). Jumlahnya kurang lebih 10 juta tersebar di seluruh kabupaten kota. Yang perlu diperhatikan bagaimana kualitas caleg yang akan dipilih masyarakat.
Misalnya saja di Sulsel, jumlah caleg DPR-RI sebanyak 264 yang akan memperebutkan 24 kursi. Dari jumlah tersebut kurang lebih 70 persen yang berstatus incumbent. Kondisi demikian juga terjadi di DPRD Sulsel. Sebanyak 1.014 memperebutkan 80 kursi. Dan Makassar 600 caleg memperebutkan 50 kursi. Baik Sulsel maupun Makassar caleg masih didominasi wajah lama yakni mencapai 70%. Itu berarti bisa diprediksi bahwa kinerja anggota legislatif mendatang tidak jauh beda dengan yang ada sekarang ini.
Namun yang jadi pertanyaan seperti apakah harapan kita akan kualitas caleg mendatang. Ini harus kita tentukan sejak saat ini. Jangan sampai pemilu mendatang hanya menjadi panggung politik para caleg tanpa memperhatikan kepenting masyarakat.
Saya kira untuk menentukan sebuah pilihan politik pada Pemilu, ada beberapa permasalahan yang akan dihadapi diantaranya, integritas.Saya kira persoalan sekarang adalah bagaimanamenjatuhkan pilihan politik kita kepada calon legislatifyang jumlahnya sangat banyak dengan program yangbagus-bagus. Dalam menentukan pilihan politiknya, masyarakat sekarang harus mulai mempertimbangkan secara cermat.
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa dalam memilih caleg harus berkualitas. Berkualitas tidak hanya diukur dari apakah terkenal. Sebab dari pengalaman beberapa pemilu lalu banyak anggota legislatif memiliki keterkenalan yang luar biasa, akan tetapi saat bekerja nihil hasilnya.
Hal itu disebabkan karena pada saat kampanye mereka hanya mengandalkan konsep, akan tetapi praktik tidak ada. Akibatnya, tidak bisa berbuat apa-apa. Caleg harus memiliki sejumlah kriteria penilaian yang terukur agar kita tidak terjebak dengan janji manis caleg. Ujung-ujungnya nanti kita hanya bisa mengeluh ketika biaya hidup tinggi, ketika menghadapi masalah sosial sedangkan, para wakil kita sibuk dengan studi banding ke luar negeri.
Saya kira untuk memilih caleg yang berkualitas, paling tidak kita memiliki beberapa kriteria penilaian, yaitu memiliki integritas intelektual, sosial dan moral.
Integritas Intelektual
Integritas intelektual caleg harus memiliki kompetensi keilmuan dan wawasan. Kemampuan ini tidak hanya dibuktikan dengan selembar ijazah atau gelar yangberderet panjang di depan atau di belakang namanya.
Karena banyak di negeri ini yang bergelar dan berijazah namun kualitas berfikirnya dipertanyakan. Pendidikan tinggi memang membantu memiliki kematangan integritas intelektual. Indikatornya adalah kemampuannya dalam menulis konsep, berbicara dan mendengarkan.
Kualitas intelektual caleg bisa dilihat ketika dia berpidato/kampanye. Apakah bahasanya baik dan berbobot, bisa menulis gagasan serta mau mendengarkan keluhan warga dan mencari jalan keluar
Saya kira kebiasaan itu kelak akan menjadi wilayah kerja anggota Dewan. Sebab tugas dan wewenang legislatif adalah membuat peraturan atau legislasi, pengawasankontrol dan menyusun anggaran badgeting. Bagaimana mungkin dia bisa bekerja sesuai tugasnya jika anggota Dewan tersebut tidak bisa menulis, menyampaikan gagasan dan memperjuangkan aspirasi rakyat di gedung parlemen.
Menurut saya integritas intelektual legislatif berdampak pada output kebijakan pemerintah. Seperti kebijakan dan produk hukum yang tidak pro rakyat, banyak masalah publik yang terabaikan, anggaran yang tidak memihak kesejahteraan masyarakat. Padahal disisi lain, pihak eksekutif sudah terdidik dan terlatih dalam membuat kebijakan publik. Sementara anggota Dewan setiap periode pasti ada wajah baru yang manggung, dengan kemampuan yang beragam.
Integritas Sosial
Kriteria kedua adalah seorang caleg harus memiliki integritas sosial. Integritas ini untuk mengukur tingkat kepedulian caleg terhadap berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Kepedulian ini tidak bersifat instan, ketika ada kepentingan politik menjelang pemilu.
Tetapi bisa dilihat kiprahnya di masyarakat, apakah sebelum dan sesudah menjadi caleg ada konsistensi perilaku kepedulian terhadap problem masyarakat.
Hal serupa bagi anggota Dewan yang manggung, apakah sebelum dan selama menjadi anggota Dewan tetap merakyat, memperjuangkan kepentingan umum atau tidak. Jika tidak, kesimpulannya dia bukan pejuang sejati tetapi seorang oportunis. Dengan kata lain, kita hanya sia-sia jika harus memilih kembali anggota Dewan atau caleg sepertiitu.
Integritas Moral
Aspek lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah seorang caleg wajib memiliki intergritas moral. Persoalan moral erat kaitannya dengan pengamalan agama seseorang.
Seperti halnya kriteria Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa harusnya variable yang terukur, bukan sekadar bukti  fisik Kartu Tanda Penduduk bahwa dia warga negara yangberagama.
Moral bisa dilihat pengamalan agamanya dalam kehidupan sehari-hari di keluarga, masyarakat dan lingkungan kerjanya selama ini. Moral dalam kejujuran, keberanian membela yang benar, mengajak dan mengajarkan kebenaran, menegur dan mencegah kejahatan. Dengan sikap ini kita yakin seorang caleg akan konsisten memperjuangkan kebenaran demi kesejahteraan masyarakat.
Pada kesempatan ini, saya mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia agar memanfaatkan kesempatan pemilu mendatang memilih caleg yang betul-betul memiliki kapabilitas dan integritas yang tidak diragukan.
Coba bayangkan jika kita salah memilih lima di pemilu, maka lima tahun kita tidak mengharapkan apa-apa. Alangkah baiknya sebelum memilih caleg terlebih dahulu memperhatikan kemampuan serta kapabilitas yang terukur.
(**)

Merancang Indonesia yang Tahan Krisis Ekonomi



 
Di tengah pasar global yang masih tetap melemah, tidak ada jalan lain  bagi pemerintah dan semua pihak untuk berhemat. Aksi yang menyebabkan biaya tinggi yang memberatkan entitas ekonomi agar dihindari.
Sejak krisis ekonomi Amerika Serikat (AS) merebak pada 2008 lalu, disusul oleh krisis utang negara-negara Eropa pada 2011 silam, hingga  kini ketidakpastian ekonomi masih menyelimuti seluruh dunia. Berbagai. resep, strategi dan jurus dikeluarkan oleh setiap negara untuk dapat segera keluar dari krisis ekonomi.
Seperti diketahui bahwa sekarang ini paket stimulus dan bailout menjadi resep yang mudah  dijumpai di berbagai negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi negatif. Hanya saja, lantaran penyakit ekonominya sudah sedemikian akut, maka proses penyembuhannya pun memakan waktu  lama.
Melirik Sikap Pemerintah
Yang menarik untuk dicermati adalah respon dan sikap pemerintahan di negara-negara yang didera krisis ekonomi tersebut. Ada yang terkesan tenang, ada pula yang terkesan panik. Yang pasti, ongkos pemulihan ekonominya terbilang mahal, bukan saja karena nilai bailout  yang diberikan, melainkan juga menuntut pergantian pucuk pimpinan nasionalnya.
Namun, kita tidak perlu takut dengan kondisi global yang semakin  menggila. Ketahanan atau daya tahan ekonomi Indonesia masih tetap  terjaga. Hal itu dilihat dari pertumbuhan ekonomi masih tetap baik  yakni mencapai 6 persen secara nasional.
Sebab, kepanikan hanya menjadi penambah derita atas krisis yang terjadi jika tidak memiliki  daya tahan ekonomi. Indonesia sangat tahan dengan daya tahan. Menurut saya, yang dibutuhkan adalah upaya secara kolektif meredam kepanikan yang melanda seluruh negeri, termasuk Indonesia.
Olehnya itu, pemerintah Indonesia harus mampu menjalankan pendekatan  itu lantaran negeri ini setidaknya pernah dua kali dihadapkan pada  sitausi krisis. Kita sudah tahan dengan berbagai krisis.
Tengok saja  pertama, krisis moneter pada 1997, dipicu oleh timbunan utang yang menggunung. Kedua, krisis keuangan global pada 2008 dipicu oleh ketidakmampuan penerbit subprime mortgage di Amerika Serikat memenuhi kewajibannya.
Saya kira koordinasi dan Komunikasi pemerintah  harus dilakukan, namun cepat tanggap dalam merespon gejala krisis ekonomi. Koordinasi antaramenteri harus diperkuat untuk menunjukkan sense of crisis. Sikap kooperatif dan komunikatif antarmenteri penting untuk ditunjukkan kepada publik. Bukannya sikap saling menyalahkan satu dengan lainnya.

Sikap seperti inilah yang dipelihatkan pemerintah.  Saya kira melalui transmisi jalur keuangan yang sangat penting dilakukan agar kondisi ekonomi tetap terjaga. Transmisi melalui jalur perdagangan. Apapun awal mula jalur transmisi krisisnya, ujung-ujungnya akan mengena kepada transmisi lainnya.
Seperti kita ketahui semua bahwa krisis 2013 ini dipicu oleh jalur perdagangan menyusul anjloknya permintaan global. Namun, cepat atau lambat, jalur ini menjalar ke jalur keuangan, terlihat dari depresiasi rupiah yang tajam dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di bursa sahamdomestik. Jika kita bandingkan dengan krisis moneter 1997 di mana transmisi awalnya berasal dari sektor finansial, lantas menjalar ke sektor riil.
Sejumlah bank ditutup kegiatan operasionalnya alias dilikuidasi, dan sebagian bank lainnya dibekukan kegiatan operasionalnya. Butuh waktu  bertahun-tahun untuk memulihkan kondisi perekonomian dan menyehatkan  sektor perbankannya. Hasilnya dapat dilihat sekarang ini, dimana pertumbuhan ekonomi rata-rata dalam lima terakhir berkisar 5,6% ditopang oleh kondisi perbankan yang sehat dan menguntungkan.
Sebab, Bank Indonesia (BI)  maupun pemerintah sudah menjalankan peran masing-masing dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan. Memang terlalu dini untuk mengukur  tingkat efektivitas kebijakan tersebut lantaran usia kebijakan moneter dan ekonomi tersebut baru berkisar satu-dua bulan. Pertumbuhan ekonomi juga tidak hanya terjadi di tingkat pusat, akan tetapi di daerah pun  mengalami hal demikian.
Hampir seluruh provinsi mengalami pertumbuhan ekonomi, misalnya Sulawesi Selatab (Sulsel) mencapai angka 8,5 persen. Suatu angka yang fantastis di tengah kondisi perekonomian yang tidak menentu. Hal itu dipengaruhi bauran kebijakan tersebut akan menyehatkan kondisi perekonomian yang selanjutnya akan menguatkan  kembali nilai tukar rupiah dan IHSG di bursa saham lokal.
Hanya saja, menurut saya pemerintah jangan sampai terjebak kepada upaya pencarian solusi pragmatis jangka pendek saja. Lebih penting bagi pemerintah adalah mencari akar penyebab persoalan, kemudian secara terarah dan  sistematis mencari jalan keluarnya secara komprehensif.
Perlu Kebijakan Komprehensif
Guna menjaga kestabilan ekonomi saya berpendapat bahwa yang dibutuhkan sekarang adalah kebijakan komprehensif dari pemerintah untuk mengobati penyakit ekonomi Indonesia, antara lain defisit transaksi berjalan (DTB), inflasi yang tinggi mendekati kisaran 9% sekarang nasional, dan infrastruktur yang buruk. Maka, menjadi logis pandangan saya bahwa pemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM) selama ini telah menjadi sumber masalah bagi anggaran Indonesia.
Kesimpulannya, situasi perekonomian yang sulit kembali dihadapi negeri ini. Hal itu terlihat dari nilai tukar rupiah sudah menembus Rp11.300 per dolar AS. Tingkat inflasi bakal berada di atas 9%. Pertumbuhan ekonomi pun diperkirakan melambat pada kisaran 5,8%. Padahal, di tengah upaya mengurangi tingkat pengangguran yang masih 7,17 juta orang, pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi mutlak perlu untuk menciptakan lapangan kerja. Saya kira tugas pemerintah semakin berat karena lebih dari 2,1 juta orang memasuki lapangan kerja setiap tahun.
Olehnya itu, langkah yang harus ditempuh yakni mempertahankan mereka  yang sedang bekerja saja. Di tengah pasar global yang masih tetap melemah, tidak ada jalan lain bagi pemerintah dan semua pihak untuk berhemat.
Saya kira langkah mendorong ekspor jelas sebuah perjalanan yang harus dilakukan. Sebab hal itu terkait harga komoditas mungkin murah karena nilai dolar AS yang menguat, namun perlu juga diketahui permintaan global sedang melemah. Tetap tidak terjadi
ekspor seperti yang dibayangkan.
Jadi, di tengah situasi sulit seperti ini tidak bisa lain harus memulai dari pemerintah dan seluruh stakeholder. Saya kira angka impor yang tinggi harus ditekan dengan berbagai penghematan. Intinya, impor BBM harus ditekan dibarengi dengan upaya serius memanfaatkan bahan bakar alternatif seperti biodiesel, ethanol dan gas.
Begitupula barang modal yang tidak merupakan kebutuhan prioritas agar ditinjau kembali. Intinya mulai menghemat dengan tidak melakukan impor yang berlebihan. Aksi yang menyebabkan biaya tinggi yang memberatkan entitas ekonomi agar dihindari. Intinya, daya tahan ekonomi Indonesia masih teruji menghadapi hantaman ekonomi global. Mudah-mudahan ekonomi Indonesia tetap stabil. (***)

Setiap Calon Wakil Rakyat = Koruptor?



 http://arijuliano.files.wordpress.com/2008/07/kampanye.jpg
Calon Legislatif (Caleg) yang ingin berkompetisi wajib menyiapkan capital politic.  Yang saya maksud capital politic adalah biaya politik secara material yang dipersiapkan caleg yang ingin berkompetisi. Tanpa adanya capital politik yang memadai sepertinya mustahil seorang caleg meraih kemenangan, setidaknya itulah aturan tidak tertulis yang seolah berlaku dalam ranah politik tanah air.
Setiap caleg yang akan bersaing minimal membutuhkan dana Rp500 juta hingga Rp1 miliar. Di Sulsel, sendiri Caleg tingkat kabupaten tidak cukup jika hanya menyiapkan dana Rp500 juta, akan tetapi mencapai Rp1 miliar. Ironisnya, itu tidak menjamin bakal terpilih. Di tingkat provinsi, caleg harus menyiapkan dana kurang lebih Rp1,5 miliar. Sedangkan, DPR-RI membutuhkan minimal Rp2 miliar.
Biaya politik yang cukup mahal dalam pemilu legislatif merupakan akar dari meningkatnya korupsi. Korupsi telah menjadi penyakit sosial yang sangat membahayakan kelangsungan kehidupan bangsa dari upaya mewujudkan keadilan sosial, kemakmuran dan kemandirian.
Mahalnya biaya politik dikarenakan tidak ada batasan besarnya dana kampanye yang dikeluarkan oleh calon legislatif dan partai politik. Saya kira apabila dana kampanye tidak dibatasi jelas maka akan mendorong sistem politik yang bebas, partai politik yang memiliki akses terhadap kekuasaan, memiliki kebebasan menggunakan sumber daya yang tidak terbatas untuk meraih dukungan politik dari rakyat.
Selain itu, partai politik,diakibatkan tingginya biaya plolitik untuk meraih suara, juga berusaha menghimpun dana dengan cara mencari calon legislatif dari kelangan penguasan atau pemilik dana yang besar. Partai terpaksa harus menutup mata terhadap asal usul dana tersebut, entah dari sumber dana haram atau pendanaan dari pihak asing. Termasuk menilap uang rakyat yang berasal dari APBN atau APBD, karena partai juga membutuhkan dana yang besar untuk setiap kali menghadapi pemilu.
 Akibatnya, relasi politik sedemikian menjadi pencentus praktek-praktek korupsi, yang kemudian menjadi sulit dihindari dan dihilangkan. Meningkatnya pembiayaan sudah menjadi tradisi dari tahun ke tahun dan telah mendarah daging. Saat biaya politik membengkak maka strategi cadangan para calon legislatif atau partai politik adalah mengumbar janji-janji palsu pada masyarakat yang sulit ia penuhi.
Menurut pemikiran saya pemerintah harus mengawasi dengan baik kegiatan yang dilakukan oleh calon pemilu legislatif atau partai politi. Sehingga tidak terjadi kecurangan dalam kampanye dan memberikan arahan yang benar agar tidak menyimpang pada aturan-aturan yang sudah diterapkan oleh pemerintah.  
Dana yang dikeluarkan oleh calon legislatif dalam kampanye seharusnya dikelola dengan baik atau perlu diatur dalam aturan perundang-undangan khusus  untuk mencegah terjadinya politik uang yang  tidak sehat terhadap dunia perpolitikan di Indonesia. Mahalnya biaya politik berpotensi menyebabkan pertarungan sengit yang tidak sehat dalam pemilu 2014 dimana pertarungan politik pencitraan diperkirakan masih kental. Namun, saya kira   masyarakat diharapkan lebih cerdas dalam memilih caleg yang berkualitas.
Mudah-mudahan ke depan penyelenggaran pemilu bisa  memperketat pengawasan penggunaan dana agar uang negara bisa terlindungi. Saya berpendapat negara ini akan makmur jika para petinggi negara, termasuk pelaku politiknya tidak melakukan korupsi. Saya kira yang dibutuhkan negera ini bukanlah popularitas melainkan kinerja yang optimal yang dapat membangun politik menjadi lebih baik. (**)

Menimbang Pendamping ARB, Catatan Rapimnas ke-V Golkar



 
Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Ke-V Partai Golkar kembali dihadiri seluruh pengurus provinsi dan kabupaten digelar di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Jumat-Sabtu (22-23/11/2013). Dalam Rapimnas tersebut forum memutuskan tidak akan membahas pengevaluasian Aburizal Bakrie(Ical) sebagai calon presiden (capres) Partai Golkar. Yang berkembang justru wacana mencari pendamping Ical sebagai cawapres.
Meskipun elektabilitas Ical yang saat ini masih rendah, namun menurut Akbar, partainya masih mempunyai cukup waktu hingga Juli 2014 mendatang.  Golkar saat ini, kata politis senior tersebut, masih fokus memenangkan pemilu legislatif terlebih dulu.
Seperti diketahui bahwa elektabilitas survei internal partai terkait rencana pencalonan Aburizal Bakrie (Ical) sebagai calon presiden cenderung menurun. Justru Jusuf Kalla dan Priyo Budi Santoso yang elektabilitasnya mulai merangkak. Faktor di luar elektabilitas yang membuat nama baik Ical tetap tidakmembaik adalah kasus lumpur Lapindo belum juga kunjung selesai. Bagaimana bisa rakyat mendukungnya, pasalnya banyak buruh-buruh pabrik dan warga yang belum mendapatkan ganti rugi baik secara materi maupun moral. Kondisi ini berdampak terhadap elektabilitas ketua umum Golkar tersebut.
Lalu ada tiga nama yang muncul sebagai calon pendamping Aburiza Bakrie (ARB) maju di pemilu Presiden 2014 nanti. Ketiga tokoh tersebut adalah Gubernur Jatim Soekarwo, mantan calon gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Ketiganya memiliki kans dan telah dikenal publik. Namun, yang menjadi pertanyaan besar adalah, siapa dari ketiga tokoh tersebut yang mampu menaikkan elektabilitas ARB.
Jika ingin memenangkan pertarungan nanti, ARB harus jeli memilih wakilnya. Pilpres mendatang sudah pasti akan berlangsung seru lantaran ketidakhadiran incumbent. Namun tetap saja ARB harus mengetahui dengan baik kualitas atau kemampuan calon  pasangannya. Hal yang penting lainnya adalah geopolitik.
Dalam ilmu politik, geopolitik sangat berperan penting meraup suara. Hampir setiappemilihan baik kepala daerah tingkat kabupaten maupun daerah geopolitik sangat menentukan. Jika menyimak berbagai kelebihan dan kekurangan ketiganya calon wakil, berikut inipandangan saya terkiat kekuatan para cawapres dalam mendongkrak elektabilitas ARB.
Pertama, Kofifah Indar Parawansa, mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan ini identik dengan Nahdlatul Ulama (NU). Siapa yang tidak mengenal NU di Jatim? Setiap pertarungan NU selalu menjadi pertimbangan. Bahkan bisa dikatakan sebagai penentu kemenangan. Hanya saja, saya melihat Kofifah sudah terlanjur dua kali tidak mampu memenangkan pertarungan. Padahal, mendapat dukungan warga NU. Namun, dari segi bersih dari praktek korupsi sosok perempuan ini sudah tidak bisa diragukan.
Kedua, Mahfud MD. Siapa yang tidak kenal Mahfud MD. Sosoknya yang bersahaja dan bersih dari kasus hukum menjadi modal tersendiri baginya. Mahfud terkenal dengan komitmennya terhadap penegakan hukum. Sejak memimpin Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud dianggap sosok yang dibalik kesuksesan MK dalam menegakkan keadilan. Hanya saja, pertanyaannya, apakah seorang penegak hukum, Mahfud bisa diterima semua masyarakat? Percaya atau tidak penegak hukum di Indonesia boleh dikata masih banyak yang antik. Dari tataran menengah atau penegak hukum oke-oke lah. Namun kalangan menengah atas banyak yang tidak suka, teruma para pengusaha. 
Yang ketiga Soekarwo. Saya kira sosok Soekarwo ini memiliki kans yang cukup, utamanya di Jawa Timur (Jatim). Soekarwo sudah memperlihatkan kemampuannya memenangkan pertarungan selama dua periode. Soekarwo sangat berpengaruh di Jatim. Apalagi terkait dengan kasus lumpur Lapindo yang menyebabkan sehingga popularitas ARB menurun di Jatim akibat banyaknya masyarakat menuntut ganti rugi. Saya kira jika ARB berpasangan dengan Soekarwo besar kemungkinan kasus lumpur Lapindo aman.
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Jawa Timur memastikan mengusulkan nama Soekarwo sebagai bakal calon wakil presiden mendampingi Calon Presiden yang diusung Partai Golkar, di Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) DPP Partai Golkar nanti. Golkar Jawa Timur punya sejumlah alasan mendukung Soekarwo.