Pro Kontra Pemilu Serentak 2019



 
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjalankan pemilihan legislatif dan eksekutif secara serentak pada 2019 masih hangat diperbincangkan. Keputusan tersebut memberi wana dalam percaturan politik. Kontelasi politik pasti akan berubah yang tentunya akan menghemat anggaran pemilu yang beberapa tahun terakhir ini semakin membengkak.  Begitupula fungsi dari eksekutif dan legislatif dapat dengan mudah dievaluasi, tidak hanya berujung pada koalisi dan oposisi yang diatur oleh para petinggi partai. Namun menurut saya pemilu serentak perlu ada proses agar pemilu serentak bisa dilakukan di Indonesia. Salah satu yang menjadi sorotannya adalah faktor teknis di mana masyarakat akan direpotkan dengan banyaknya kertas suara.
Menurut saya dengan adanya putusan tersebut setidaknya akan semakin memperkuat sistem pemerintahan. Pelaksanaan demokrasi akan sesuai dengan konstitusi, akan memberi ruang yang lebih atas terwujudnya sistem pemerintahan yang semakin kuat, akan berkorelasi secara signifikan antara eksekutif dan legislatif.
Sebab, jika Pemilu 2019 hanya ada satu undang-undang (UU) yang mengaturnya yakni UU Pemilu yang akan memilih secara langsung anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota dan Pasangan Presiden dan Wakil Presiden, karena rujukannya konstitusi. Pasangan presiden dan wakil presiden harus menang minimal 50 persen lebih dan tersebar sekurangnya 20 persen di lebih setengah jumlah provinsi. Begitupula persyaratan untuk ikut pemilu serentak, mau tidak mau parpol peserta pemilu harus lebih legitimate.
Jelas sekali, kalau pemilu-pemilu itu digabungkan jadi satu atau dua maka akan terjadi penghematan luar biasa. Demi efektivitas menghemat biaya bukanlah tujuan utama pemilu serentak. Tujuan pemilu serentak adalah untuk menciptakan pemerintahan kongruen, di mana pejabat eksekutif terpilih mendapat sokongan mayoritas legislatif agar pemerintahan kuat dan efektif. Di sinilah pemilu serentak memanfaatkan coattail effect demi mengejar efektivitas pemerintahan sebagaimana terjadi dalam sistem parlementer.
Lebih jelasnya, dalam pemilu serentak, kemenangan calon pejabat eksekutif dari Partai A cenderung diikuti perolehan kursi mayoritas parlemen oleh Partai A atau koalisi yang di dalamnya terdapat Partai A. Coattail effect ini terjadi karena pemilih ataupun partai berpandangan sama: jabatan eksekutif lebih penting daripada legislatif. Inilah yang mendorong partai-partai membangun koalisi jauh hari sebelum pemilu. Saya kira dalam jangka pendek, pemilu serentak menciptakan koalisi pemerintahan solid karena proses pembentukannya lama dan matang, sedangkan di lain pihak, koalisi yang  kalah memperebutkan kursi presiden terpaksa menjadi oposisi.
Coba kita bandingkan dengan proses pembentukan koalisi saat ini, di mana semua partai menunggu hasil pemilu legislatif, yang jaraknya hanya satu bulan dari jadwal pencalonan presiden. Proses pembentukan koalisi saat ini pun bertahap koalisi sebelum pemilu presiden, lalu ada partai bergabung menjelang pemilu presiden putaran kedua, dan ada partai masuk lagi seusai pemilu presiden.
Akibatnya, koalisi yang dihasilkan pun rapuh. Partai yang pertama bergabung merasa berhak mendapatkan kursi kabinet lebih banyak; sementara partai lain, meskipun bergabung belakangan, juga merasa memiliki hak serupa karena punya kursi besar di parlemen.
Lalu, mereka menggunakan anggotanya di legislatif untuk mengganggu pemerintahan di mana mereka ikut dalam koalisi. Berbeda dalam jangka panjang, pemilu serentak dapat menyederhanakan sistem kepartaian karena koalisi baik yang menang maupun yang kalah cenderung bertahan. Tentu ada partai yang berubah kawan koalisi, tapi perilaku ini hanya pinggiran. Partai-partai utama cenderung dalam posisi sama dalam berkoalisi. Selain itu, coattail effect juga cenderung menggerus partai yang tak pernah punya calon presiden hebat.
Kelebihan model ini adalah kemampuannya dalam menciptakan pemerintahan kongruen secara horizontal (hubungan legislatif- eksekutif) sehingga terbentuk pemerintahan kuat dan efektif.Model ini juga akan menghindari pemerintahan terputus secara vertikal (hubungan pusat-daerah).
Kembali lagi bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pelaksanaan pemilihan anggota legislatif (pileg) dan pemilihan presiden yang digelar serentak pada 2019. Keputusan itu sudah final dan mengikat.
Olehnya itu saya berharap masyarakat dan semua elemen bangsa menghormati keputusan MK tersebut. Meski tidak 100 persen puas, keputusan MK harus dihormati. Sekarang ini semua elemen masyarakat sebaiknya fokus pada penyelenggaraan Pemilu 2014. Sebab sukses pemilu dan pilpres 2014 itu yang perlu dicapai.
Namun, ada satu hal yang tentunya menjadi kekhawatiran saya terkait putusan MK tersebut yakni apakah bisa konsisten. Bisa saja jika pasca pemilihan presiden tahun ini atau sebelum tahun 2019 muncul sekelompok masyarakat yang melakukan gugatan ke MK dengan menemukan fakta baru yang bisa mengubah keputusan tersebut. Jika itu terjadi apa jadinya  negara ini. Mudah-mudahan apa yang menjadi kekhawatiran saya tidak terjadi demikian. Dan tetap putusan awal yakni pelaksanaan pemilu secara serentak 2019 mendatang. (***)

Pentingnya Brand untuk UKM



 http://bob.crista.org/wp-content/uploads/2012/06/brand.jpg
Tak bisa dipungkiri, saat ini banyak pelaku usaha yang terkapar masalah saat menghadapi persaingan. Lalu UKM menyalahkan pemerintah yang dianggap kurang memberikan stimulus sehingga kesulitan berhadapan dengan perusahaan besar. Namun , banyak juga pengusaha yang memilih cara yang tidak fair. Namun, menurut ini bukan pilihan tempat untuk mempertahankan bisnis.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan daya saing sebuah usaha adalah dengan membangun merek (branding). Kita mengetahui, merek adalah identitas yang menempel dan memiliki arti tersendiri di benak konsumen.  Maka pelaku usaha perlu membangun brand mereka. Tak terkecuali usaha kecil menengah (UKM). Merek atau brand akan memengaruhi perilaku konsumen dalam membeli.
Brand penting bagi perusahaan, khususnya mereka yang sedang merintis bisnis. Merek memberikan nilai tambah (added value) terhadap produk yang dihasilkan. Misalnya, perlengkapan rumah tangga  olahan kayu pelaku UKM dibandingkan dengan olahan kayu impor. Meskipun produknya identik namun konsumen lebih memilih produk impor karena memiliki brand terkenal.
Itu sebabnya UKM perlu membangun brand dengan sejumlah alasan:
Brand pengingat produk di benak konsumen. Itu sebabnya pelaku UKM tidak cukup hanya membuat brand, tetapi melakukan promosi agar brand yang dibuat bisa menempel ingatan konsumen. Hal ini yang perlu diperhatikan seorang pelaku UKM agar mampu eksis di tengan persaingan yang semakin ketat seperti sekarang ini.
Brand adalah aset. Banyak pelaku UKM menganggap enteng brand terutama saat menawarkan produk dan tidak laku produknya, terkadang brand yang dipersalahkan. Namun, seorang pelaku UKM seharusnya menjadikan brand sebagai aset dengan cara memelihara kualitas layanan kepada konsumen.
Brand menciptakan layanan usaha. Melalui brand seorang pengusaha menciptakan layanan usaha kepada pelanggannya. Makanya, dibutuhkan konsistensi terhadap loyalitas brand.
Brand memiliki kekuatan untuk menarik konsumen. Dengan adanya brand seorang pengusaha dapat memiliki kekuatan menarik konsumen.
Semoga bermanfaat kepada pelaku usaha.

Tertahannya Suku BI Rate Untungkan Pelaku UKM



http://www.econedlink.org/lessons/images_lessons/847_interestrates1.gif
Keputusan Bank Indonesia (BI) mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI rate) di level 7,5 persen dalam Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta Kamis lalu tentunya merupakan suatu harapan pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang selama ini banyak terbelit dengan tingginya suku bunga.
Saya kira keputusan tersebut sangat tepat dan terkait evaluasi menyeluruh ekonomi 2013 dan prospek ekonomi tahun 2014-2015 menunjukkan kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 3,5-5,5 persen pada 2014 dan 3-5 persen pada 2015.
Apa yang dilakukan BI tidak lain untuk mengendalikan penyesuaian ekonomi Indonesia, sehingga defisit transaksi berjalan menurun ke tingkat yang lebih sehat. Kebijakan mempertahankan BI rate di level 7,5 persen kali ini adalah yang kedua kali. Pada Desember 2013 lalu Rapat Dewan Gubernur BI juga memutuskan mempertahankan BI rate 7,5 persen.
Langkah ini sangat tepat, apalagi Bank Indonesia juga akan memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta mempererat koordinasi dengan pemerintah dalam menerapkan kebijakan untuk mengendalikan inflasi dan defisit transaksi berjalan.
Menurut saya suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) yang masih dipertahankan pada angka 7,5 persen merupakan sinyal bahwa kebijakan untuk menurunkan defisit neraca transaksi berjalan telah bekerja efektif.  Defisit neraca transaksi berjalan telah mengecil dan memberikan ketenangan bagi para pelaku pasar. Harapannya, tren ini konsisten dan efektif pada 2014.
Dengan demikian membaiknya defisit terlihat pula dari surplus selama Agustus, Oktober, dan November 2013. Kinerja ekspor semakin positif. Ditambah lagi pertumbuhan ekonominya mulai membaik AS awal pada 2014 semakin meyakinkan. Ekspor bisa lebih tinggi.
Olehnya itu, diperlukan untuk menghadapi tekanan eksternal agar fokus pertumbuhan dapat kembali diupayakan. Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, defisit transaksi berjalan sudah mulai menyempit menjadi 8,4 miliar dollar AS atau 3,6 persen terhadap PDB pada triwulan III 2013. Sebelumnya, angka defisit pada triwulan II 2013 adalah 10 miliar dollar AS atau 4,4 persen terhadap PDB.
Proyeksi defisit neraca transaksi berjalan 2013 ada di kisaran 3,5 hingga 3,7 persen terhadap PDB, dan pada 2014 di kisaran 2,7 sampai 3,2 persen terhadap PDB.
Lantas apa manfaat terhadap pelaku usaha. Saya melihat kebijakan tersebut dapat membantu pertumbuhan sektor riil. Dengan tertahannya BI Rate 7,5 persen akan bermanfaat ke sektor sektor riil dan bisa tetap jalan dengan baik, terutama UKM agar bisa bernafas untuk mendapatkan modal kerja dan mendorong investasi.
Saya berpendapat keputusan Bank Indonesia tepat dalam kondisi saat ini, karena apabila BI Rate kembali dinaikkan. Dampaknya dapat menahan perkembangan sektor riil dan para pelaku usaha kecil.
Saya kira dipertahankan pada angka 7,5 persen merupakan sinyal bahwa kebijakan untuk menurunkan defisit neraca transaksi berjalan telah bekerja efektif.
Melihat kondisi perekonomian yang terus membaik saya prediksi ke depan BI masih tetap akan mempertahankan suku bunganya. Pasalnya, neraca perdagangan masih tergolong baik. Sehingga tidak ada alasan buat BI menaikkan suku bunga BI rate. Kesempatan ini harus dimanfaatkan pelaku UKM.
Namun, demikian peluang ini harus dimanfaatkan pelaku usaha bergerak sektor riil utamanya pelaku UKM. Kendala melakukan ekspansi usaha yang dialami sekarang ini harus diatasi. Salah satu langkah yang harus dilakukan yakni meningkatkan kinerjanya dengan cara mencari peluang usaha baru serta terus menggenjot usaha. Mengembangkan usaha ke arah lebih baik dengan cara melakukan ekspansi adalah solusi terbaik buat sektor riil. Yang menjadi kekhawatiran saya adalah jika kondisi perekonomian tidak menentu, maka akan berdampak terhadap kenaikan suku bunga. Artinya, munpun suku bunga relatif terjangkau UKM secepatnya melakukan ekspansi usaha.
Membuat produk UKM yang disenangi masyarakat salah satu strategi khusus yang mesti dilakukan saat seperti sekarang ini, dimana persaingan bisnis sektor UKM semakin ketat diiringi munculnya pendatang baru. Meski demikian, saya yakin pelaku UKM tetap akan tumbuh mengiringi pertumbuhan ekonomi

Melejitnya Dollar AS dan Nasib UKM



 http://www.rimanews.com/sites/default/files/imagecache/article/rupiah-dollar_9.jpg
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang mengandalkan 60 persen material impor, terancam berkinerja kurang memuaskan apabila kurs rupiah tembus di angka Rp12.000 per dolar Amerika Serikat (USD). Menurut saya industri yang paling terkena dampaknya yaitu mereka yang menggunakan skema kontrak jangka pendek antara 1-2 bulan.
Sementara mereka yang menggunakan skema kontrak perdagangan jangka panjang minimal enam bulan, bisa terselamatkan. Sepengetahuan saya industri yang menggunakan skema kontrak jangka pendek cukup banyak jumlahnya.
UKM yang Merana
Industri UKM harus menanggung kerugian cukup besar akibat tidak stabilnya nilai tuka rupiah terhadap USD.Nilai tukar rupiah terhadap USD berdasarkan data Bloomberg sore ini ( 7/1)berada di level Rp12.018/USD. Posisi ini melemah 132 poin dari penutupan kemarin di level Rp11.886/USD. Masih berdasarkan data Bloomberg, rupiah pagi ( 8/1) tadi dibuka pada level Rp11.880/USD. Adapun, posisi rupiah terkuat hari ini di level Rp11.858/USD dan terlemah di level Rp12.028/USD. Data yahoofinance mencatat, mata uang domestik hari ini (8/1)  di level Rp11.995/USD, dengan kisaran harian Rp11.885-11.988/USD. Posisi ini terkoreksi signifikan 110 poin dari penutupan sore kemarin di level Rp11.885/USD.  Sangat besar pengaruh baik untuk pelaku usaha besar maupun terhadap pelaku UMKM.
Kondisi demikian saya khawatirkan membuat pelaku UMKM tidak mampu membeli bahan baku impor, dan memilih menghentikan usahanya sebagai langkah terakhir. Atau bisa saja pelaku UKM yang bahan bakunya impor bisa beralih atau membanting usaha.
Saya beranggapan, apabila rupiah tidak kunjung membaik akan terjadi kekhawatiran akan terjadi perlambatan impor. Tak bisa dipungkiri bahwa melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), pada akhirnya turut mempengaruhi keberlangsungan usaha kecil menengah (UKM) pada umumnya di Indonesia, dan pada khususnya di Sulsel.
Sesungguhnya menguatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah memberikan dampak positif terhadap aktivitas ekspor Indonesia, namun pada kenyataannya pelaku UKM dihadapkan dengan kondisi melonjaknya sejumlah harga bahan baku di pasaran sehingga mereka terpaksa menaikkan harga jual produknya ke konsumen.Bila memutuskan kenaikan harga, pertanyaannya adalah apakah kemudian dapat diserap konsumen.

Jangan-jangan keputusan tersebut mengakibatkan pembeli berkurang. Tentu ini resiko yang mungkin terjadi. Di sisi lain daya beli masyarakat juga berpotensi mengalami penurunan menurun akibat kondisi perekonomian yang belum menentu. Belum lagi pemerintah di awal tahun ini berencana menaikan harga LPG. Meski kemudian direvisi  tapi harga barang sudah terlanjur naik.
Bila kondisi seperti ini dibiarkan berlarut-larut, saya prediksi jumlah permintaan konsumen juga akan ikut berkurang. Akibatnya banyak pelaku UKM yang terkapar lalu banting stir.

Sekelumit Ekonomi Sulampua dan Prediksi 2014



 http://media-cdn.tripadvisor.com/media/photo-s/01/17/65/2d/makassar.jpg
Bank Indonesia (BI) merilis bahwa kondisi ekonomi wilayah Sulampua (Sulawesi Ambon, Papua dan Papua Barat) tahun 2013. Serta prospeknya pada tahun mendatang terutama perannya dalam mengelola stabilitas ekonomi serta mendorong transformasi untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dimana perekonomian Sulampua terus menunjukkan perkembangan yang semakin baik dan dinamis. Perlambatan ekonomi global yang diikuti perlambatan ekonomi Indonesia, terbukti kurang berdampak kepada kondisi ekonomi Sulampua.
Menurut saya bahwa tidak berdampaknya krisis global dapat dilihat dari ketahanan sisi ekspor serta konsumsi domestik yang masih kuat. Dimana ekonomi Sulampua pada tahun 2013 masih tumbuh moderat, yaitu kisaran 8,0 persen-8,4 persen (YoY) atau relatif sama dengan tahun 2012 yakni 8,1 persen (YOY). Kondisi demikian disebabkan dukungan dari pemerintah yang terus melakukan akselarasi semua sektor utamanya sektor pertanian yang menjadi kekuatan utama ekonomi Sulampua.
Ditambah lagi kondisi neraca transaksi perdagangan Sulampua hingga periode Oktober 2013 masih mencatat nilai surplus sebesar USD 4.128,70 juta dan akan berlanjut di tahun ini. Kegiatan ekspor yang didominasi produksi Sumber Daya Alam (SDA) termasuk pertanian dan pertambangan masih dapat mengimbangi tekanan dari sisi impor. Daya tahan ekonomi Sulampua sangat kuat didorong sektor infrastruktur serta potensi perekonomian lainnya yang memperkuat posisi Sulampua sebagai penggerak roda perekonomian Indonesia.
Prakiraan pertumbuhan ekonomi Sulampua 2013 tersebut, dilihat dari masing-masing provinsi pembentukannya, adalah disumbangkan oleh Sulawesi Selatan 35,7 persen. Papua 12,8 persen, Sulawesi Tengah 12,7 persen, Sulawesi Utara 12,1 persen, Sulawesi Tenggara 8,3 persen. Lalu Papua Barat 8,2 persen, Sulawesi Barat 3,4 persen, Maluku 2,8 persen, Gorontalo 2,0 persen, dan Maluku 2,0 persen.
Sulsel sebagai kontributor utama Sulampua, telah berhasil mempertahankan momentum keberhasilan yang telah dicapai dalam beberapa tahun terakhir, didukung dengan potensi ekonomi daerah yang sangat besar. Dengan berbagai langkah-langkah yang telah dicanangkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, BI berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi Sulsel yang tinggi yaitu sekitar 7,0-8,0 persen dicapai di akhir 2013.
Faktor resiko ke depan yang menurut hemat saya perlu diperhitungkan akan mempengaruhi kinerja perekonomian Sulampua adalah dampak dari diberlakukannya Undang-Undang Minerba No 4 Tahun 2009. Dimana terdapat larangan ekspor bahan mentah mulia 12 Januari 2014. Menurut saya, beberapa perusahaan tambang dan instansi terkait, kebijakan tersebut akan berdampak terutama pada perusahaan tambang menengah ke bawah.
Menurut saya kebijakan pemerintah tersebut bertujuan baik yaitu meningkatkan nilai tambah ekspor produk tambang. Pemerintah mendorong perusahaan tambang untuk membangun instalasi pemurnian (smelter) untuk menghasilkan produk tambang olahan.
Dari catatan yang ada, saat ini perusahaan-perusahaan pertambangan telah megalokasikan Rp36 triliun untuk pembangunan smelter yang kira-kira akan dapat mengolah setara 2,7 juta ton bijih nikel.
Pembangunan smelter ini pada umumnya terkendala oleh pasokan energi. Beberapa langkah maju telah dilakukan oleh beberapa perusahaan untuk bekerja sama dengan PLN, yang diikuti peningkatan kapasitas oleh PLN sebesar 134 MW.
Sejalan dengan hal tersebut, saya mengapresiasi terlaksananya Memorandum of Understanding (MoU) pembentukan badan kerja sama peningkatan nilai tambah mineral dan logam, yang membatasi ekspor bahan mentah, antara provinsi Sulsel, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara dan Papua Barat. Komitmen yang baik untuk ekspor, sehingga nilai tambah neraca perdagangan dapat lebih meningkat dan membantu memperbaiki postur neraca transaksi berjalan Indonesia.
Peran Sulampua dalam perekonomian Nasional, secara perlahan terus menunjukkan peningkatan, pada triwulan III-2013 kontribusi ekonomi Sulampua mencapai 6,62 persen meningkat dibandingkan akhir 2012 (6,44 persen. Berbagai potensi yang Sulampua miliki menjadi modal awal untuk terus bergerak maju. Potensi Sulampua harus kita pupuk dan kembangkan pada 2013 diperkirakan menembus USD 4.000.
Hasil simulasi sederhana yang dilakukan, apabila Sulampuan dan Sulsel mampu mempertahankan angka pertumbuhannya sekitar 8 persen. Sementara nasional bertumbuh sekitar 6 persen, maka baru dalam 30 tahun ke depan, angka pendapatan per kapita nasional.
Sulampua kaya akan potensi sumber daya pertanian termasuk perikanan, perkebunan dan pertambangan. Produksi SDA yang meningkat pada tahun 2013 juga menaikkan daya beli masyarakat pada umumnya. Persentase penduduk Sulampua sebesar 9,4 persen dari nasional, namun menempati 35,8 persen dari luas Indonesia, menjadikan produksi pertanian Sulampua menjadi penopang daerah lain termasuk Jawa. Pada tahun 2013, Sulampua masih surplus pangan pada komoditi beras, sapi, ikan dan lainnya. Produksi pangan tersebut juga sebagai buffer stock daerah lain, melalui mekanisme perdagangan antar daerah, maupun beras Bulog antar provinsi.
Sebab itu ke depan, wajarlah memprogramkan yang disebut klaster. Dari Makassar hingga ujung timur di Marauke, BI telah mengembangkan antara lain klaster cabai, sapi, kakao, padi, sulaman karawo, pengolahan limbah rumah tangga, rumput laut, ayam petelur hingga kalster bandeng.
Dengan demikian produksi pangan yang mencukupi, akan lebih menjamin kestabilan harga. Hal ini terbukti, pada tahun 2014, inflasi Sulampua akan berada di bawah 8 persen, terajaga di bawah level inflasi nasional yang akan berada tipis mendekati 9 persen. Sebaran antar provinsi juga menunjukkan hubungan yang netral antara pertumbuhan dengan inflasi.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Sulampua, relatif tidak diiringi dengan peningkatan inflasi. Langkah yang telah dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Sulampua yang berhasil mensinergikan antara aksi menekan inflasi dengan upaya peningkatan produksi sektor-sektor utama daerah.
Kinerja Perbankan
Perkembangan kinerja perbankan Sulampua masih relatif aman dan terkendali. Menyadari potensi Sulampua yang menjanjikan, perbankan telah membuka setidaknya 15 kantor cabang baru bank umum menjadi 422 kantor cabang, dan 7 kantor baru BPR menjadi 171 BPR. Sehingga dengan perkembangan tersebut, aset perbankan Sulampua meningkat 15,26 persen (YOY) menjadi Rp236,19 triliun hingga Oktober 2013.
Perkembangan kegiatan intermediasi perbankan juga berkembang dengan sangat baik. Realisasi kredit mencapai Rp170,24 triliun atau tumbuh 20,72 persen, dimana 49,04 persen di antaranya berupa kredit produktif dan 33,32 persen merupakan kredit UMKM.
Namun,  simpanan masyarakat yang menopang penyaluran kredit tersebut, tumbuh lebih kecil dari penyalurannya tercermin dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun hanya tumbuh 11,88 persen menjadi Rp155,53 triliun hingga Oktober 2013. Struktur DPK juga berupa dana jangka pendek, yaitu berasal dari tabungan yang pangsanya mencapai 52,03 persen.
Dengan perkembangan tersebut, Sulampua masih menjadi daerah lending (penyalur dana) dengan persentase Loan to Deposit Ratio (LDR) selalu di atas 100 persen (Posisi Oktober 2013 sebesar 122,29 persen).
Tentunya perkembangan LDR tersebut merupakan indikasi yang baik dalam hal intermediasi perbankan, namun tetap harus memperhatikan daya dukung di daerah, dalam hal ini simpanan masyarakat. Dalam kaitan tersebut, Bank Indonesia telah mengupayakan peningkatan simpanan masyarakat antara lain melalui Gerakan Indonesia Menabung (GIM) yang digemakan kembali pada tanggal 16 November 2013.
Di Sulsel sendiri, kegiatan GIM diikuti 2.000 lebih pelajar se-Sulsel. Berbekal dari semangat gerakan menabung tersebut, perbankan dan Dinas Pendidikan mentargetkan terciptanya 1 juta penabung baru di kalangan siswa, sampai dengan akhir 2018 mendatang. Saya kira langkah yang dilakukan BI tersebut patut untuk diapresiasi. Hanya saja, dalam keberlanjutan perlu pengawasan agar program tersebut mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat menyuruh anaknya menabung. Begitupula, BI juga harus meyakinkan agar dari program tersebut ada manfaat yang harus diperoleh pelajar.
Seperti diketahui bahwa awal tahun UU tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka pada tanggal 31 Desember 2013, bersamaan dengan pembukaan 35 kantor OJK di seluruh Indonesia, maka di Sulampua juga akan dibuka 1 kantor OJK regional OJK yang berlokasi di Makassar dan 5 kantor cabang OJK masing-masing berlokasi di Kendari, Palu, Manado, Ambon, dan Jayapura. Selanjutnya, fungsi pengawasan bank di Sulampua akan beralih dari BI ke OJK mulai 1 Januari 2014.
Dalam tahap awal beroperasinya, OJK Kantor Regional 6 akan menempati gedung kantor Perwakilan BI wilayah I Lantai 4. Dari sisi sumber Daya Manusia (SDM) OJK, pengawas bank dan tenaga pendukung pengawasan bank, merupakan pegawai bank Indonesia dalam masa penugasan.
Selanjutnya sesuai dengan pasal 70 UU OJK, seluruh ketentuan sektor perbankan yang diterbitkan oleh BI berupa Peraturan Bank Indonesia (PBI), Surat Edaran (SE BI) dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SK Dir0 tetap berlaku, sepanjang ketentuan tersebut tidak diubah atau diganti serta dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh OJK atau BI. Selanjutnya, keputusan BI mengenai perizinan perbankan yang ditetapkan BI mengenai perizinan perbankan yang ditetapkan BI berdasarkan ketentuan perundang-undangan sebelum beralih fungsi pengawasan dari BI ke OJK dinyatakan tetap berlaku.
Terkait pengelolaan sistem pelaporan Bank, mekanisme penyampaian laporan bank yang dilakukan secara on line tetap dilakukan melalui sistem aplikasi pelaporan yang selama ini digunakan. Sedangkan, pelaporan bank secara offline langsung disampaikan kepada kantor OJK setempat.
Pasca pengalihan fungsi bank dari BI ke OJK 31 Desember 2013 Bank Indonesia tetap komit untuk terus berkoordinasi dan bekerjasama dengan OJK dalam menjalankan tugas sesuai kewenangan masing-masing sebagaimana ditetapkan dalam UU OJK dan Keputusan Bersama BI dan OJK yang telah ditandatangani pada 18 Oktober 2013.
Perkembangan sistem pembayaran non-tunai tumbuh pesat dan mendukung perekonomian Sulampua yang sangat dinamis. Hingga Oktober 2013, transaksi yang melalui BI-RTGS dan keliring masing-masing tercatat Rp467,36 dan Rp60,95 triliun atau mengalami peningkatan 7,10 persen dan 6,30 persen dibanding tahun 2012. Dan untuk lebih meningkatkan kinerja sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia khususnya KPw wilayah I Sulampua telah menerapkan klrng on line. sejak 7 November 2013, semua bank yang memiliki kantor cabang di Makassar sudah bisa mengirimkan laporannya dari bank masing-masing ke sistem kliring nasional BI, sehingga semakin memberikan kemudahan bagi perbankan.
Demikian pula perkembangan uang tunai, menunjukkan perputaran yang cepat, sesuai geliat aktivitas ekonomi Sulampua. Hingga November 2013 jumlah outflow (penarikan uang kertal) di masyarakat mencapai Rp34,9 triliun atau naik 5,03 persen dari tahn lalu, sementara inflow (penyetoran uang kertal) di masyarakat mencapai Rp53,34 triliun atau naik 20,33 persen dari tahun lalu.
Dalam rangka menjaga ketersediaan uang layak edar kepada masyarakat, Bank Indonesia berupaya menjaga tingkat kebutuhan masyarakat, terlebih pada hari raya keagamaan. Selain itu, Bank Indonesia melakukan kebijakan kas titipan yang bekerjasama dengan bank umum. Sedangkan dalam rangka sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah serta kegiatan penukaran uang kecil, dilakukan secara rutin tiap bulan.
Untuk menjaga kestabilan yang sudah dicapai, sekaligus mewujudkan kesejahteraan masyarakat, harus memperkuat komitmen dan sinergitas agar berbagai kendala, tantangan, dan pekerjaan rumah yang menghambat laju perekonomian dan pembangunan dapat diatasi. Dalam kaitan ini, saya menilai ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian bersama.
Pertama, sudah saatnya Sulampua untuk bergeser atau melakukan transformasi dari natural based menjadi innovation based. Salah satu pilihan adalah mendorong hilirisasi produksi ekspor, selain dapat meningkatkan nilai tambah juga secara nasional akan membantu memperbaiki keseimbangan neraca perdagangan. Untuk menuju ke arah perbaikan tersebut, dibutuhkan konsistensi kebijakan larangan ekspor bahan mentah (termasuk di sektor pertambangan), terjaminnya ketersediaan pasokan energi listrik, pengoptimalan iklim usaha termasuk mengenai kemudahan memulai usaha, kepastian hukum, registrasihak miliki pribadi, penyelesaian insovency, dan enforcing contract seperti yang banyak disoroti oleh pelaku usaha.
Kedua, sumber daya manusia (SDM) yang lebih berkualitas. Angka partisipasi sekolah (APS) hingga tingkat SMA/SMK sederajat di Sulampua masih tergolong rendah. Saat ini baru dua provinsi yang telah melebihi rata-rata nasional yaitu Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Maluku Utara. Investasi pengembangan SDM merupakan investasi jangka panjang, dengan memperbaiki kapasitas produktif dari manusia, melalui langkah-langkah seperti peningkatan kesehatan, pendidikan, dan pelatihan kerja.
Ketiga, tidak dapat dipungkiri, keberhasilan pembangunan yang diraih selama ini memunculkan ekses berupa melebarnya kesenjangan antara kaya dan miskin. Cerminan kesenjangan tersebut, nilai indeks gini nasional. Tercatat hanya tiga provinsi (Maluku, Sulbar, dan Maluku Utara) yang indeks gininya masih berada di bawah nasional. Ekonomi yang lebih inklusif menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama UMKM, menjadi pilihan yang perlu diperhitungkan.
Proyek Ekonomi 2014
Untuk proyeksi ekonomi Sulampua ke depan, diperkirakan akan membaik dan dalam kisaran 7,8 persen-8,8 persen. Sektor primer (Pertanian dan pertambangan) meskipun merupakan sektor yang volatile terhadap kondisi cuaca, geopoliti, kebijakan dan harga, tetap masih akan menjadi tulang punggung pertumbuhan.
Dari segi harga, baik nasional maupun Sulampua, diperkirakan inflasi pada 2014 akan kembali terkendali pada kisaran target 4,5 persen. Ini dipengaruhi oleh dampak positif dari berbagai kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Inflasi dari bahan makanan dan inflasi administered price diproyeksikan kembali stabil, ditopang harapan membaiknya pasokan dan distribusi pangan, dengan asumsi tidak ada kebijakan kenaikan harga barang/jasa yang bersifat strategis. Inflasi inti diperkirakan tetap terkendali karena terjaganya keterseidaan pasoan, nilai tukar rupiah yang kembali stabil, serta ekspektasi inflasi yang terjaga. Selain itu, UMP 2014 yang telah diputuskan, menurut hemat perlu diikuti dengan peningkatan produktivitas, sehingga tidak mengurangi daya saing Sulampua.
Pertumbuhan ekonomi Sulampua dalam lima tahun terakhir, selalu di atas angka pertumbuhan nasional. Oleh karena itu, saya optimis lima tahun ke depan angka pertumbuhan moderat Sulampua, diperkirakan bakal melampaui 9,0 persen di 2018 dengan asumsi berbagai perekonomian nasional berjalan sesuai harapan dan gejolak ekonomi global relatif minimal. Namun tingkat pertumbuhan  tersebut perlu upaya di sisi sektoral yang lebih berkesinambungan dalam hal peningkatan produksi dan nilai tambah komoditi sumber daya alam.
Dukungan leadership dari pimpinan daerah juga sangat strategis, terutama untuk terus menjaga iklim investasi yang kondusif, dan sinergi antara regional, nasional, dan global. Namun, ada hal yang harus diperhatikan ke depan yakni Pemilihan Umum (Pemilu) April 2014 mendatang. Saat pemilu pemerintah perlu mengantisipasi dengan cara melakukan akselarasi sektor ekonomi. Pemberian intensif kepada pengusaha merupakan salah satu hal yang perlu dilakukan.
Mudah-mudahan pemilu tidak mempengaruhi target pertumbuhan ekonomi. (***)