Bank
Indonesia (BI) merilis bahwa kondisi ekonomi wilayah Sulampua (Sulawesi Ambon,
Papua dan Papua Barat) tahun 2013. Serta prospeknya pada tahun mendatang
terutama perannya dalam mengelola stabilitas ekonomi serta mendorong
transformasi untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dimana
perekonomian Sulampua terus menunjukkan perkembangan yang semakin baik dan
dinamis. Perlambatan ekonomi global yang diikuti perlambatan ekonomi Indonesia,
terbukti kurang berdampak kepada kondisi ekonomi Sulampua.
Menurut
saya bahwa tidak berdampaknya krisis global dapat dilihat dari ketahanan sisi
ekspor serta konsumsi domestik yang masih kuat. Dimana ekonomi Sulampua pada
tahun 2013 masih tumbuh moderat, yaitu kisaran 8,0 persen-8,4 persen (YoY) atau
relatif sama dengan tahun 2012 yakni 8,1 persen (YOY). Kondisi demikian
disebabkan dukungan dari pemerintah yang terus melakukan akselarasi semua
sektor utamanya sektor pertanian yang menjadi kekuatan utama ekonomi Sulampua.
Ditambah
lagi kondisi neraca transaksi perdagangan Sulampua hingga periode Oktober 2013
masih mencatat nilai surplus sebesar USD 4.128,70 juta dan akan berlanjut di
tahun ini. Kegiatan ekspor yang didominasi produksi Sumber Daya Alam (SDA)
termasuk pertanian dan pertambangan masih dapat mengimbangi tekanan dari sisi
impor. Daya tahan ekonomi Sulampua sangat kuat didorong sektor infrastruktur
serta potensi perekonomian lainnya yang memperkuat posisi Sulampua sebagai
penggerak roda perekonomian Indonesia.
Prakiraan
pertumbuhan ekonomi Sulampua 2013 tersebut, dilihat dari masing-masing provinsi
pembentukannya, adalah disumbangkan oleh Sulawesi Selatan 35,7 persen. Papua
12,8 persen, Sulawesi Tengah 12,7 persen, Sulawesi Utara 12,1 persen, Sulawesi
Tenggara 8,3 persen. Lalu Papua Barat 8,2 persen, Sulawesi Barat 3,4 persen,
Maluku 2,8 persen, Gorontalo 2,0 persen, dan Maluku 2,0 persen.
Sulsel
sebagai kontributor utama Sulampua, telah berhasil mempertahankan momentum
keberhasilan yang telah dicapai dalam beberapa tahun terakhir, didukung dengan
potensi ekonomi daerah yang sangat besar. Dengan berbagai langkah-langkah yang
telah dicanangkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, BI berpandangan bahwa
pertumbuhan ekonomi Sulsel yang tinggi yaitu sekitar 7,0-8,0 persen dicapai di
akhir 2013.
Faktor
resiko ke depan yang menurut hemat saya perlu diperhitungkan akan mempengaruhi
kinerja perekonomian Sulampua adalah dampak dari diberlakukannya Undang-Undang
Minerba No 4 Tahun 2009. Dimana terdapat larangan ekspor bahan mentah mulia 12
Januari 2014. Menurut saya, beberapa perusahaan tambang dan instansi terkait,
kebijakan tersebut akan berdampak terutama pada perusahaan tambang menengah ke
bawah.
Menurut
saya kebijakan pemerintah tersebut bertujuan baik yaitu meningkatkan nilai
tambah ekspor produk tambang. Pemerintah mendorong perusahaan tambang untuk
membangun instalasi pemurnian (smelter) untuk menghasilkan produk tambang
olahan.
Dari
catatan yang ada, saat ini perusahaan-perusahaan pertambangan telah
megalokasikan Rp36 triliun untuk pembangunan smelter yang kira-kira akan dapat
mengolah setara 2,7 juta ton bijih nikel.
Pembangunan
smelter ini pada umumnya terkendala oleh pasokan energi. Beberapa langkah maju
telah dilakukan oleh beberapa perusahaan untuk bekerja sama dengan PLN, yang
diikuti peningkatan kapasitas oleh PLN sebesar 134 MW.
Sejalan
dengan hal tersebut, saya mengapresiasi terlaksananya Memorandum of
Understanding (MoU) pembentukan badan kerja sama peningkatan nilai tambah
mineral dan logam, yang membatasi ekspor bahan mentah, antara provinsi Sulsel,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara dan Papua Barat. Komitmen yang
baik untuk ekspor, sehingga nilai tambah neraca perdagangan dapat lebih
meningkat dan membantu memperbaiki postur neraca transaksi berjalan Indonesia.
Peran
Sulampua dalam perekonomian Nasional, secara perlahan terus menunjukkan
peningkatan, pada triwulan III-2013 kontribusi ekonomi Sulampua mencapai 6,62
persen meningkat dibandingkan akhir 2012 (6,44 persen. Berbagai potensi yang
Sulampua miliki menjadi modal awal untuk terus bergerak maju. Potensi Sulampua
harus kita pupuk dan kembangkan pada 2013 diperkirakan menembus USD 4.000.
Hasil
simulasi sederhana yang dilakukan, apabila Sulampuan dan Sulsel mampu
mempertahankan angka pertumbuhannya sekitar 8 persen. Sementara nasional
bertumbuh sekitar 6 persen, maka baru dalam 30 tahun ke depan, angka pendapatan
per kapita nasional.
Sulampua
kaya akan potensi sumber daya pertanian termasuk perikanan, perkebunan dan
pertambangan. Produksi SDA yang meningkat pada tahun 2013 juga menaikkan daya
beli masyarakat pada umumnya. Persentase penduduk Sulampua sebesar 9,4 persen
dari nasional, namun menempati 35,8 persen dari luas Indonesia, menjadikan
produksi pertanian Sulampua menjadi penopang daerah lain termasuk Jawa. Pada
tahun 2013, Sulampua masih surplus pangan pada komoditi beras, sapi, ikan dan
lainnya. Produksi pangan tersebut juga sebagai buffer stock daerah lain,
melalui mekanisme perdagangan antar daerah, maupun beras Bulog antar provinsi.
Sebab
itu ke depan, wajarlah memprogramkan yang disebut klaster. Dari Makassar hingga
ujung timur di Marauke, BI telah mengembangkan antara lain klaster cabai, sapi,
kakao, padi, sulaman karawo, pengolahan limbah rumah tangga, rumput laut, ayam
petelur hingga kalster bandeng.
Dengan
demikian produksi pangan yang mencukupi, akan lebih menjamin kestabilan harga.
Hal ini terbukti, pada tahun 2014, inflasi Sulampua akan berada di bawah 8
persen, terajaga di bawah level inflasi nasional yang akan berada tipis
mendekati 9 persen. Sebaran antar provinsi juga menunjukkan hubungan yang netral
antara pertumbuhan dengan inflasi.
Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi di Sulampua, relatif tidak diiringi dengan peningkatan
inflasi. Langkah yang telah dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) se-Sulampua yang berhasil mensinergikan antara aksi menekan inflasi
dengan upaya peningkatan produksi sektor-sektor utama daerah.
Kinerja Perbankan
Perkembangan
kinerja perbankan Sulampua masih relatif aman dan terkendali. Menyadari potensi
Sulampua yang menjanjikan, perbankan telah membuka setidaknya 15 kantor cabang
baru bank umum menjadi 422 kantor cabang, dan 7 kantor baru BPR menjadi 171
BPR. Sehingga dengan perkembangan tersebut, aset perbankan Sulampua meningkat
15,26 persen (YOY) menjadi Rp236,19 triliun hingga Oktober 2013.
Perkembangan
kegiatan intermediasi perbankan juga berkembang dengan sangat baik. Realisasi
kredit mencapai Rp170,24 triliun atau tumbuh 20,72 persen, dimana 49,04 persen
di antaranya berupa kredit produktif dan 33,32 persen merupakan kredit UMKM.
Namun, simpanan masyarakat yang menopang penyaluran
kredit tersebut, tumbuh lebih kecil dari penyalurannya tercermin dari Dana
Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun hanya tumbuh 11,88 persen menjadi
Rp155,53 triliun hingga Oktober 2013. Struktur DPK juga berupa dana jangka pendek,
yaitu berasal dari tabungan yang pangsanya mencapai 52,03 persen.
Dengan
perkembangan tersebut, Sulampua masih menjadi daerah lending (penyalur dana)
dengan persentase Loan to Deposit Ratio (LDR) selalu di atas 100 persen (Posisi
Oktober 2013 sebesar 122,29 persen).
Tentunya
perkembangan LDR tersebut merupakan indikasi yang baik dalam hal intermediasi
perbankan, namun tetap harus memperhatikan daya dukung di daerah, dalam hal ini
simpanan masyarakat. Dalam kaitan tersebut, Bank Indonesia telah mengupayakan
peningkatan simpanan masyarakat antara lain melalui Gerakan Indonesia Menabung
(GIM) yang digemakan kembali pada tanggal 16 November 2013.
Di
Sulsel sendiri, kegiatan GIM diikuti 2.000 lebih pelajar se-Sulsel. Berbekal
dari semangat gerakan menabung tersebut, perbankan dan Dinas Pendidikan
mentargetkan terciptanya 1 juta penabung baru di kalangan siswa, sampai dengan
akhir 2018 mendatang. Saya kira langkah yang dilakukan BI tersebut patut untuk
diapresiasi. Hanya saja, dalam keberlanjutan perlu pengawasan agar program
tersebut mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat menyuruh anaknya menabung.
Begitupula, BI juga harus meyakinkan agar dari program tersebut ada manfaat
yang harus diperoleh pelajar.
Seperti
diketahui bahwa awal tahun UU tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka pada
tanggal 31 Desember 2013, bersamaan dengan pembukaan 35 kantor OJK di seluruh
Indonesia, maka di Sulampua juga akan dibuka 1 kantor OJK regional OJK yang
berlokasi di Makassar dan 5 kantor cabang OJK masing-masing berlokasi di
Kendari, Palu, Manado, Ambon, dan Jayapura. Selanjutnya, fungsi pengawasan bank
di Sulampua akan beralih dari BI ke OJK mulai 1 Januari 2014.
Dalam
tahap awal beroperasinya, OJK Kantor Regional 6 akan menempati gedung kantor
Perwakilan BI wilayah I Lantai 4. Dari sisi sumber Daya Manusia (SDM) OJK,
pengawas bank dan tenaga pendukung pengawasan bank, merupakan pegawai bank
Indonesia dalam masa penugasan.
Selanjutnya
sesuai dengan pasal 70 UU OJK, seluruh ketentuan sektor perbankan yang
diterbitkan oleh BI berupa Peraturan Bank Indonesia (PBI), Surat Edaran (SE BI)
dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SK Dir0 tetap berlaku, sepanjang
ketentuan tersebut tidak diubah atau diganti serta dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku oleh OJK atau BI. Selanjutnya, keputusan BI mengenai perizinan
perbankan yang ditetapkan BI mengenai perizinan perbankan yang ditetapkan BI
berdasarkan ketentuan perundang-undangan sebelum beralih fungsi pengawasan dari
BI ke OJK dinyatakan tetap berlaku.
Terkait
pengelolaan sistem pelaporan Bank, mekanisme penyampaian laporan bank yang
dilakukan secara on line tetap dilakukan melalui sistem aplikasi pelaporan yang
selama ini digunakan. Sedangkan, pelaporan bank secara offline langsung
disampaikan kepada kantor OJK setempat.
Pasca
pengalihan fungsi bank dari BI ke OJK 31 Desember 2013 Bank Indonesia tetap
komit untuk terus berkoordinasi dan bekerjasama dengan OJK dalam menjalankan
tugas sesuai kewenangan masing-masing sebagaimana ditetapkan dalam UU OJK dan
Keputusan Bersama BI dan OJK yang telah ditandatangani pada 18 Oktober 2013.
Perkembangan
sistem pembayaran non-tunai tumbuh pesat dan mendukung perekonomian Sulampua
yang sangat dinamis. Hingga Oktober 2013, transaksi yang melalui BI-RTGS dan
keliring masing-masing tercatat Rp467,36 dan Rp60,95 triliun atau mengalami
peningkatan 7,10 persen dan 6,30 persen dibanding tahun 2012. Dan untuk lebih
meningkatkan kinerja sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia khususnya KPw
wilayah I Sulampua telah menerapkan klrng on line. sejak 7 November 2013, semua
bank yang memiliki kantor cabang di Makassar sudah bisa mengirimkan laporannya
dari bank masing-masing ke sistem kliring nasional BI, sehingga semakin
memberikan kemudahan bagi perbankan.
Demikian
pula perkembangan uang tunai, menunjukkan perputaran yang cepat, sesuai geliat
aktivitas ekonomi Sulampua. Hingga November 2013 jumlah outflow (penarikan uang
kertal) di masyarakat mencapai Rp34,9 triliun atau naik 5,03 persen dari tahn
lalu, sementara inflow (penyetoran uang kertal) di masyarakat mencapai Rp53,34
triliun atau naik 20,33 persen dari tahun lalu.
Dalam
rangka menjaga ketersediaan uang layak edar kepada masyarakat, Bank Indonesia
berupaya menjaga tingkat kebutuhan masyarakat, terlebih pada hari raya
keagamaan. Selain itu, Bank Indonesia melakukan kebijakan kas titipan yang
bekerjasama dengan bank umum. Sedangkan dalam rangka sosialisasi ciri-ciri
keaslian uang rupiah serta kegiatan penukaran uang kecil, dilakukan secara
rutin tiap bulan.
Untuk
menjaga kestabilan yang sudah dicapai, sekaligus mewujudkan kesejahteraan
masyarakat, harus memperkuat komitmen dan sinergitas agar berbagai kendala,
tantangan, dan pekerjaan rumah yang menghambat laju perekonomian dan
pembangunan dapat diatasi. Dalam kaitan ini, saya menilai ada beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian bersama.
Pertama,
sudah saatnya Sulampua untuk bergeser atau melakukan transformasi dari natural
based menjadi innovation based. Salah satu pilihan adalah mendorong hilirisasi
produksi ekspor, selain dapat meningkatkan nilai tambah juga secara nasional
akan membantu memperbaiki keseimbangan neraca perdagangan. Untuk menuju ke arah
perbaikan tersebut, dibutuhkan konsistensi kebijakan larangan ekspor bahan
mentah (termasuk di sektor pertambangan), terjaminnya ketersediaan pasokan
energi listrik, pengoptimalan iklim usaha termasuk mengenai kemudahan memulai
usaha, kepastian hukum, registrasihak miliki pribadi, penyelesaian insovency, dan
enforcing contract seperti yang banyak disoroti oleh pelaku usaha.
Kedua,
sumber daya manusia (SDM) yang lebih berkualitas. Angka partisipasi sekolah
(APS) hingga tingkat SMA/SMK sederajat di Sulampua masih tergolong rendah. Saat
ini baru dua provinsi yang telah melebihi rata-rata nasional yaitu Sulawesi
Selatan (Sulsel) dan Maluku Utara. Investasi pengembangan SDM merupakan
investasi jangka panjang, dengan memperbaiki kapasitas produktif dari manusia,
melalui langkah-langkah seperti peningkatan kesehatan, pendidikan, dan
pelatihan kerja.
Ketiga,
tidak dapat dipungkiri, keberhasilan pembangunan yang diraih selama ini
memunculkan ekses berupa melebarnya kesenjangan antara kaya dan miskin.
Cerminan kesenjangan tersebut, nilai indeks gini nasional. Tercatat hanya tiga
provinsi (Maluku, Sulbar, dan Maluku Utara) yang indeks gininya masih berada di
bawah nasional. Ekonomi yang lebih inklusif menjangkau seluruh lapisan
masyarakat, terutama UMKM, menjadi pilihan yang perlu diperhitungkan.
Proyek Ekonomi 2014
Untuk
proyeksi ekonomi Sulampua ke depan, diperkirakan akan membaik dan dalam kisaran
7,8 persen-8,8 persen. Sektor primer (Pertanian dan pertambangan) meskipun
merupakan sektor yang volatile terhadap kondisi cuaca, geopoliti, kebijakan dan
harga, tetap masih akan menjadi tulang punggung pertumbuhan.
Dari
segi harga, baik nasional maupun Sulampua, diperkirakan inflasi pada 2014 akan
kembali terkendali pada kisaran target 4,5 persen. Ini dipengaruhi oleh dampak
positif dari berbagai kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Inflasi
dari bahan makanan dan inflasi administered price diproyeksikan kembali stabil,
ditopang harapan membaiknya pasokan dan distribusi pangan, dengan asumsi tidak
ada kebijakan kenaikan harga barang/jasa yang bersifat strategis. Inflasi inti
diperkirakan tetap terkendali karena terjaganya keterseidaan pasoan, nilai
tukar rupiah yang kembali stabil, serta ekspektasi inflasi yang terjaga. Selain
itu, UMP 2014 yang telah diputuskan, menurut hemat perlu diikuti dengan
peningkatan produktivitas, sehingga tidak mengurangi daya saing Sulampua.
Pertumbuhan
ekonomi Sulampua dalam lima tahun terakhir, selalu di atas angka pertumbuhan
nasional. Oleh karena itu, saya optimis lima tahun ke depan angka pertumbuhan
moderat Sulampua, diperkirakan bakal melampaui 9,0 persen di 2018 dengan asumsi
berbagai perekonomian nasional berjalan sesuai harapan dan gejolak ekonomi
global relatif minimal. Namun tingkat pertumbuhan tersebut perlu upaya di sisi sektoral yang
lebih berkesinambungan dalam hal peningkatan produksi dan nilai tambah komoditi
sumber daya alam.
Dukungan
leadership dari pimpinan daerah juga sangat strategis, terutama untuk terus
menjaga iklim investasi yang kondusif, dan sinergi antara regional, nasional,
dan global. Namun, ada hal yang harus diperhatikan ke depan yakni Pemilihan
Umum (Pemilu) April 2014 mendatang. Saat pemilu pemerintah perlu mengantisipasi
dengan cara melakukan akselarasi sektor ekonomi. Pemberian intensif kepada
pengusaha merupakan salah satu hal yang perlu dilakukan.
Mudah-mudahan
pemilu tidak mempengaruhi target pertumbuhan ekonomi. (***)