Di
tengah pasar global yang masih tetap melemah, tidak ada jalan lain bagi pemerintah dan semua pihak untuk
berhemat. Aksi yang menyebabkan biaya tinggi yang memberatkan entitas ekonomi
agar dihindari.
Sejak
krisis ekonomi Amerika Serikat (AS) merebak pada 2008 lalu, disusul oleh krisis
utang negara-negara Eropa pada 2011 silam, hingga kini ketidakpastian ekonomi masih menyelimuti
seluruh dunia. Berbagai. resep, strategi dan jurus dikeluarkan oleh setiap
negara untuk dapat segera keluar dari krisis ekonomi.
Seperti
diketahui bahwa sekarang ini paket stimulus dan bailout menjadi resep yang
mudah dijumpai di berbagai negara yang
mengalami pertumbuhan ekonomi negatif. Hanya saja, lantaran penyakit ekonominya
sudah sedemikian akut, maka proses penyembuhannya pun memakan waktu lama.
Melirik Sikap Pemerintah
Yang
menarik untuk dicermati adalah respon dan sikap pemerintahan di negara-negara
yang didera krisis ekonomi tersebut. Ada yang terkesan tenang, ada pula yang
terkesan panik. Yang pasti, ongkos pemulihan ekonominya terbilang mahal, bukan
saja karena nilai bailout yang
diberikan, melainkan juga menuntut pergantian pucuk pimpinan nasionalnya.
Namun,
kita tidak perlu takut dengan kondisi global yang semakin menggila. Ketahanan atau daya tahan ekonomi
Indonesia masih tetap terjaga. Hal itu
dilihat dari pertumbuhan ekonomi masih tetap baik yakni mencapai 6 persen secara nasional.
Sebab,
kepanikan hanya menjadi penambah derita atas krisis yang terjadi jika tidak
memiliki daya tahan ekonomi. Indonesia
sangat tahan dengan daya tahan. Menurut saya, yang dibutuhkan adalah upaya
secara kolektif meredam kepanikan yang melanda seluruh negeri, termasuk
Indonesia.
Olehnya
itu, pemerintah Indonesia harus mampu menjalankan pendekatan itu lantaran negeri ini setidaknya pernah dua
kali dihadapkan pada sitausi krisis.
Kita sudah tahan dengan berbagai krisis.
Tengok
saja pertama, krisis moneter pada 1997,
dipicu oleh timbunan utang yang menggunung. Kedua, krisis keuangan global pada
2008 dipicu oleh ketidakmampuan penerbit subprime mortgage di Amerika Serikat memenuhi
kewajibannya.
Saya
kira koordinasi dan Komunikasi pemerintah harus dilakukan, namun cepat
tanggap dalam merespon gejala krisis ekonomi. Koordinasi antaramenteri harus
diperkuat untuk menunjukkan sense of crisis. Sikap kooperatif dan komunikatif
antarmenteri penting untuk ditunjukkan kepada publik. Bukannya sikap saling
menyalahkan satu dengan lainnya.
Sikap seperti inilah yang dipelihatkan pemerintah. Saya kira melalui transmisi jalur keuangan yang sangat penting dilakukan agar kondisi ekonomi tetap terjaga. Transmisi melalui jalur perdagangan. Apapun awal mula jalur transmisi krisisnya, ujung-ujungnya akan mengena kepada transmisi lainnya.
Sikap seperti inilah yang dipelihatkan pemerintah. Saya kira melalui transmisi jalur keuangan yang sangat penting dilakukan agar kondisi ekonomi tetap terjaga. Transmisi melalui jalur perdagangan. Apapun awal mula jalur transmisi krisisnya, ujung-ujungnya akan mengena kepada transmisi lainnya.
Seperti
kita ketahui semua bahwa krisis 2013 ini dipicu oleh jalur perdagangan menyusul
anjloknya permintaan global. Namun, cepat atau lambat, jalur ini menjalar ke
jalur keuangan, terlihat dari depresiasi rupiah yang tajam dan merosotnya Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) di bursa sahamdomestik. Jika kita bandingkan dengan
krisis moneter 1997 di mana transmisi awalnya berasal dari sektor finansial,
lantas menjalar ke sektor riil.
Sejumlah
bank ditutup kegiatan operasionalnya alias dilikuidasi, dan sebagian bank
lainnya dibekukan kegiatan operasionalnya. Butuh waktu bertahun-tahun untuk memulihkan kondisi perekonomian
dan menyehatkan sektor perbankannya. Hasilnya
dapat dilihat sekarang ini, dimana pertumbuhan ekonomi rata-rata dalam lima
terakhir berkisar 5,6% ditopang oleh kondisi perbankan yang sehat dan
menguntungkan.
Sebab,
Bank Indonesia (BI) maupun pemerintah
sudah menjalankan peran masing-masing dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan.
Memang terlalu dini untuk mengukur tingkat
efektivitas kebijakan tersebut lantaran usia kebijakan moneter dan ekonomi
tersebut baru berkisar satu-dua bulan. Pertumbuhan ekonomi juga tidak hanya
terjadi di tingkat pusat, akan tetapi di daerah pun mengalami hal demikian.
Hampir
seluruh provinsi mengalami pertumbuhan ekonomi, misalnya Sulawesi Selatab
(Sulsel) mencapai angka 8,5 persen. Suatu angka yang fantastis di tengah kondisi
perekonomian yang tidak menentu. Hal itu dipengaruhi bauran kebijakan tersebut
akan menyehatkan kondisi perekonomian yang selanjutnya akan menguatkan kembali nilai tukar rupiah dan IHSG di bursa
saham lokal.
Hanya
saja, menurut saya pemerintah jangan sampai terjebak kepada upaya pencarian solusi
pragmatis jangka pendek saja. Lebih penting bagi pemerintah adalah mencari akar
penyebab persoalan, kemudian secara terarah dan sistematis mencari jalan keluarnya secara
komprehensif.
Perlu Kebijakan Komprehensif
Guna
menjaga kestabilan ekonomi saya berpendapat bahwa yang dibutuhkan sekarang
adalah kebijakan komprehensif dari pemerintah untuk mengobati penyakit ekonomi
Indonesia, antara lain defisit transaksi berjalan (DTB), inflasi yang tinggi
mendekati kisaran 9% sekarang nasional, dan infrastruktur yang buruk. Maka,
menjadi logis pandangan saya bahwa pemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM)
selama ini telah menjadi sumber masalah bagi anggaran Indonesia.
Kesimpulannya,
situasi perekonomian yang sulit kembali dihadapi negeri ini. Hal itu terlihat
dari nilai tukar rupiah sudah menembus Rp11.300 per dolar AS. Tingkat inflasi
bakal berada di atas 9%. Pertumbuhan ekonomi pun diperkirakan melambat pada
kisaran 5,8%. Padahal, di tengah upaya mengurangi tingkat pengangguran yang
masih 7,17 juta orang, pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi mutlak perlu
untuk menciptakan lapangan kerja. Saya kira tugas pemerintah semakin berat karena
lebih dari 2,1 juta orang memasuki lapangan kerja setiap tahun.
Olehnya
itu, langkah yang harus ditempuh yakni mempertahankan mereka yang sedang
bekerja saja. Di tengah pasar global yang masih tetap melemah, tidak ada jalan
lain bagi pemerintah dan semua pihak untuk berhemat.
Saya
kira langkah mendorong ekspor jelas sebuah perjalanan yang harus dilakukan.
Sebab hal itu terkait harga komoditas mungkin murah karena nilai dolar AS yang
menguat, namun perlu juga diketahui permintaan global sedang melemah. Tetap
tidak terjadi
ekspor seperti yang dibayangkan.
ekspor seperti yang dibayangkan.
Jadi,
di tengah situasi sulit seperti ini tidak bisa lain harus memulai dari
pemerintah dan seluruh stakeholder. Saya kira angka impor yang tinggi harus
ditekan dengan berbagai penghematan. Intinya, impor BBM harus ditekan dibarengi
dengan upaya serius memanfaatkan bahan bakar alternatif seperti biodiesel,
ethanol dan gas.
Begitupula
barang modal yang tidak merupakan kebutuhan prioritas agar ditinjau kembali.
Intinya mulai menghemat dengan tidak melakukan impor yang berlebihan. Aksi yang
menyebabkan biaya tinggi yang memberatkan entitas ekonomi agar dihindari.
Intinya, daya tahan ekonomi Indonesia masih teruji menghadapi hantaman ekonomi
global. Mudah-mudahan ekonomi Indonesia tetap stabil. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar