
Pemilu
tinggal beberapa bulan ke depan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan siapa
Caleg dari 12 Partai Politik (Parpol). Jumlahnya kurang lebih 10 juta tersebar
di seluruh kabupaten kota. Yang perlu diperhatikan bagaimana kualitas caleg
yang akan dipilih masyarakat.
Misalnya
saja di Sulsel, jumlah caleg DPR-RI sebanyak 264 yang akan memperebutkan 24
kursi. Dari jumlah tersebut kurang lebih 70 persen yang berstatus incumbent. Kondisi demikian juga terjadi
di DPRD Sulsel. Sebanyak 1.014 memperebutkan 80 kursi. Dan Makassar 600 caleg memperebutkan
50 kursi. Baik Sulsel maupun Makassar caleg masih didominasi wajah lama yakni
mencapai 70%. Itu berarti bisa diprediksi bahwa kinerja anggota legislatif
mendatang tidak jauh beda dengan yang ada sekarang ini.
Namun
yang jadi pertanyaan seperti apakah harapan kita akan kualitas caleg mendatang.
Ini harus kita tentukan sejak saat ini. Jangan sampai pemilu mendatang hanya
menjadi panggung politik para caleg tanpa memperhatikan kepenting masyarakat.
Saya
kira untuk menentukan sebuah pilihan politik pada Pemilu, ada beberapa
permasalahan yang akan dihadapi diantaranya, integritas.Saya kira persoalan
sekarang adalah bagaimanamenjatuhkan pilihan politik kita kepada calon
legislatifyang jumlahnya sangat banyak dengan program yangbagus-bagus. Dalam
menentukan pilihan politiknya, masyarakat sekarang harus mulai mempertimbangkan
secara cermat.
Satu
hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa dalam memilih caleg harus
berkualitas. Berkualitas tidak hanya diukur dari apakah terkenal. Sebab dari
pengalaman beberapa pemilu lalu banyak anggota legislatif memiliki keterkenalan
yang luar biasa, akan tetapi saat bekerja nihil hasilnya.
Hal
itu disebabkan karena pada saat kampanye mereka hanya mengandalkan konsep, akan
tetapi praktik tidak ada. Akibatnya, tidak bisa berbuat apa-apa. Caleg harus
memiliki sejumlah kriteria penilaian yang terukur agar kita tidak terjebak
dengan janji manis caleg. Ujung-ujungnya nanti kita hanya bisa mengeluh ketika
biaya hidup tinggi, ketika menghadapi masalah sosial sedangkan, para wakil kita
sibuk dengan studi banding ke luar negeri.
Saya
kira untuk memilih caleg yang berkualitas, paling tidak kita memiliki beberapa
kriteria penilaian, yaitu memiliki integritas intelektual, sosial dan moral.
Integritas Intelektual
Integritas
intelektual caleg harus memiliki kompetensi keilmuan dan wawasan. Kemampuan ini
tidak hanya dibuktikan dengan selembar ijazah atau gelar yangberderet panjang
di depan atau di belakang namanya.
Karena
banyak di negeri ini yang bergelar dan berijazah namun kualitas berfikirnya
dipertanyakan. Pendidikan tinggi memang membantu memiliki kematangan integritas
intelektual. Indikatornya adalah kemampuannya dalam menulis konsep, berbicara
dan mendengarkan.
Kualitas
intelektual caleg bisa dilihat ketika dia berpidato/kampanye. Apakah bahasanya
baik dan berbobot, bisa menulis gagasan serta mau mendengarkan keluhan warga
dan mencari jalan keluar
Saya
kira kebiasaan itu kelak akan menjadi wilayah kerja anggota Dewan. Sebab tugas
dan wewenang legislatif adalah membuat peraturan atau legislasi, pengawasankontrol
dan menyusun anggaran badgeting.
Bagaimana mungkin dia bisa bekerja sesuai tugasnya jika anggota Dewan tersebut
tidak bisa menulis, menyampaikan gagasan dan memperjuangkan aspirasi rakyat di
gedung parlemen.
Menurut
saya integritas intelektual legislatif berdampak pada output kebijakan
pemerintah. Seperti kebijakan dan produk hukum yang tidak pro rakyat, banyak
masalah publik yang terabaikan, anggaran yang tidak memihak kesejahteraan
masyarakat. Padahal disisi lain, pihak eksekutif sudah terdidik dan terlatih
dalam membuat kebijakan publik. Sementara anggota Dewan setiap periode pasti
ada wajah baru yang manggung, dengan kemampuan yang beragam.
Integritas Sosial
Kriteria
kedua adalah seorang caleg harus memiliki integritas sosial. Integritas ini
untuk mengukur tingkat kepedulian caleg terhadap berbagai persoalan yang dihadapi
masyarakat. Kepedulian ini tidak bersifat instan, ketika ada kepentingan
politik menjelang pemilu.
Tetapi
bisa dilihat kiprahnya di masyarakat, apakah sebelum dan sesudah menjadi caleg
ada konsistensi perilaku kepedulian terhadap problem masyarakat.
Hal
serupa bagi anggota Dewan yang manggung, apakah sebelum dan selama menjadi
anggota Dewan tetap merakyat, memperjuangkan kepentingan umum atau tidak. Jika
tidak, kesimpulannya dia bukan pejuang sejati tetapi seorang oportunis. Dengan
kata lain, kita hanya sia-sia jika harus memilih kembali anggota Dewan atau
caleg sepertiitu.
Integritas Moral
Aspek
lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah seorang caleg wajib memiliki
intergritas moral. Persoalan moral erat kaitannya dengan pengamalan agama
seseorang.
Seperti
halnya kriteria Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa harusnya variable yang terukur, bukan sekadar
bukti fisik Kartu Tanda Penduduk bahwa
dia warga negara yangberagama.
Moral
bisa dilihat pengamalan agamanya dalam kehidupan sehari-hari di keluarga,
masyarakat dan lingkungan kerjanya selama ini. Moral dalam kejujuran,
keberanian membela yang benar, mengajak dan mengajarkan kebenaran, menegur dan
mencegah kejahatan. Dengan sikap ini kita yakin seorang caleg akan konsisten
memperjuangkan kebenaran demi kesejahteraan masyarakat.
Pada
kesempatan ini, saya mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia agar
memanfaatkan kesempatan pemilu mendatang memilih caleg yang betul-betul
memiliki kapabilitas dan integritas yang tidak diragukan.
Coba bayangkan
jika kita salah memilih lima di pemilu, maka lima tahun kita tidak mengharapkan
apa-apa. Alangkah baiknya sebelum memilih caleg terlebih dahulu memperhatikan
kemampuan serta kapabilitas yang terukur.
(**)